Rabu, 28 Desember 2016

Jembatan antara Kehidupan dan Kematian itu Bernama Warisan, Tulisan, dan Wasiat : Resensi Novel “Tentang Kamu”



Ilmu faraidh atau fiqih mawaris didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hal ihwal pemindahan harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih hidup, baik tentang harta yang ditinggalkan, orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan, bagian masing-masing ahli waris, dan cara penyelesaian pembagian harta peninggalan tersebut. Ilmu warisan merupakan ilmu yang pertama kali dicabut menjelang hari kiamat. Hukum mempelajari ilmu ini adalah seperti hukum mengurus jenazah, yaitu fardhu kifayah. Jika ada sebagian masyarakat yang mempelajari dan mengamalkan ilmu ini, maka gugurlah kewajiban umat Islam terhadap ilmu ini. Namun berlaku juga sebaliknya. Allah berfirman dalam QS An-Nisa’ ayat 13-14,

“Itu (pembagian warisan) adalah batas-batas (hukum) Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.”

Selain itu, ilmu waris disebut sebagai setengah dari ilmu. Interpretasi hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim di bawah ini menjelaskan bahwa manusia memiliki dua jenis keadaan selama di dunia, yaitu hidup dan mati. Sebagian besar hukum yang ada dalam ilmu ini berhubungan dengan kematian, sehingga disebut sebagai setengah dari ilmu yang ada, dan mengingat setiap manusia yang lahir pasti akan mengalami kematian, maka setiap orang pasti membutuhkan ilmu ini. Sementara itu, keluarga yang kokoh merupakan pondasi negara yang bermartabat dan berkarakter. Bangunan keluarga dapat retak, bahkan hancur karena adanya keserakahan manusia terhadap harta warisan. Sehubungan dengan hal tersebut, ilmu ini juga dianggap sebagai ilmu yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi untuk dipelajari dan diamalkan.
“Rasulullah SAW bersabda : pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah. Karena dia setengah dari ilmu dan dilupakan orang. Dan dia adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku. (HR Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim)”
Novel “Tentang Kamu” merupakan salah satu pintu kreatif yang dilakukan oleh Tere Liye untuk mendukung sosialisasi atau pendidikan tentang ilmu waris melalui cerita fiksi yang disampaikan kepada masyarakat luas, khususnya di Indonesia. Novel ini menjadi jembatan antara masyarakat yang awam terhadap ilmu waris dalam Islam dengan pemahaman (dan pengamalan) tentang ilmu yang memiliki kedudukan mulia dalam Islam tersebut. Pintu pembelajaran dan pemahaman yang menjadi stimulus kepada masyarakat luas, khususnya pembaca novel ini untuk mempelajari ilmu tersebut lebih dalam lagi.
Pertama kali mendengar tentang judul novel terbaru Tere Liye, saya memprediksi novel ini merupakan novel romance yang menceritakan tentang kehidupan seseorang yang gagal dengan kehidupan cintanya. Saat itu, “tentang kamu” saya artikan secara sempit. Hanya tentang obyek manusia. Namun, novel ini tidak sesederhana cover dan judul luarnya. Isi novel ini mirip dengan karakter tokoh utama dalam novel ini, Sri Ningsih. Representasi seseorang yang penuh kejutan, dengan penampilan luar yang sederhana. Begitu pula dengan nama yang berkebalikan dengan pemikirannya. Sri Ningsih adalah nama yang bersahaja, namun Sri Ningsih memiliki pemikiran yang kompleks dan visioner.
Kesederhanaan penampilan luar novel ini digambarkan dengan sepasang sepatu kucel berwarna coklat. Dibantu oleh penerbit Republika dan penyuntingan isi naskah oleh Triana Rahmawati, novel ini telah dicetak selama 4 (empat) kali dari bulan Oktober hingga November 2016 dan dijual dengan harga Rp.79.000,-. Setiap bab yang terintegrasi dalam 33 bab menggambarkan perjuangan tokoh bernama Zaman Zulkarnaen menyelesaikan misi untuk menemukan ahli waris Sri Ningsih yang memiliki nilai kekayaan yang fenomenal.
Ketika saya membaca novel ini, pertanyaan yang membuat saya penasaran hingga ingin tetap melanjutkan membaca sampai bagian akhir adalah tentang kepemilikan ahli waris yang mungkin dimiliki Sri. Selain itu, sepanjang aktivitas mengekstrak isi novel Tere Liye ini, saya juga memikirkan secara seksama jawaban atas pertanyaan yang diutarakan kepada Zaman, sebagai bahan seleksi firma hukum suci Thompson & Co. Firma hukum yang menjadi legenda hidup dan tidak gila publikasi, namun memiliki kehormatan dengan caranya sendiri. Pertanyaan tersebut muncul di permulaan novel dan sukses membuat aliran informasi dalam otak saya bekerja dengan keras untuk menemukan jawabannya. Sebuah pertanyaan mendasar tentang pilihan antara kebenaran dan kebohongan bagi para pengembara kebenaran.
“Jika berkata jujur akan membuat empat orang jahat terbunuh mengenaskan, sedangkan berbohong akan membuatnya selamat, maka pilihan apa yang akan anda ambil?”
Selanjutnya, alur campuran berupa alur mundur dan maju digunakan oleh Tere Liye untuk menceritakan kehidupan Sri di masa lalu dan perjuangan Zaman menemukan ahli waris Sri di masa kini. Kisah masa lalu pada alur mundur bertumpu pada karakter utama Sri, sedangkan kisah masa kini yang terus bergerak maju berpusat pada Zaman. Alur cerita yang digunakan oleh Tere Liye rapi, sehingga membuat pembaca tidak mengalami kesulitan dalam memahami dan membedakan peristiwa masa lalu dan masa kini. Kemudahan memahami cerita pada novel yang menggunakan alur maju mundur dapat disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang yang signifikan antara tokoh masa kini dan masa lalu. Selain itu, gaya bahasa yang digunakan juga luwes dan mudah dipahami sehingga menjadi daya tarik tersendiri untuk kemudahan pemahaman isi cerita secara keseluruhan. Novel Tere Liye yang satu ini menyajikan tema yang hampir mirip dengan novel-novel Tere Liye sebelumnya, namun dengan pembahasan yang lebih lengkap. Ditambah lagi, tema tentang peninggalan harta warisan merupakan hal yang baru dalam novel yang diusung Tere Liye. Sebelumnya, Tere Liye sering menasihatkan perihal kematian dalam novel Pulang dan Rindu melalui penyajian kisah kematian tokoh tertentu. Namun demikian, titik pembahasan pemahaman tentang hakikat kematian yang menjadi pusat cerita dalam novel terbarunya ini menjadikan novel ini berbeda dengan novel-novel Tere Liye sebelumnya.
Kisah dimulai dari seorang pemuda yang memiliki latar belakang pendidikan ilmu hukum Oxford University, Kota London, Inggris. Zaman Zulkarnaen adalah seorang calon pengacara yang mendapatkan tugas orientasi di firma hukum suci Inggris, Thompson & Co. Zaman mendapatkan tugas untuk menelusuri misteri kepemilikan harta sebesar satu miliar poundsterling (setara dengan 19 triliun rupiah saat ini) melalui penelusuran jejak Sri selama hidup. Zaman berusaha ingin menjawab pertanyaan tentang ahli waris yang mungkin dimiliki oleh Sri berbekal catatan kehidupan yang diperoleh dari tempat Sri meninggal. Hingga sampailah Zaman di lima titik di bumi; Pulau Bungin Sumbawa, Kota Surakarta Jawa Tengah, Kota Jakarta ibukota Indonesia, Kota London Inggris, dan Kota Paris Italia. Lima latar tempat Sri tinggal dalam waktu tertentu dengan lima latar budaya yang khas. Lima latar budaya yang digunakan Tere Liye untuk menceritakan kehidupan Sri menunjukkan keunikan masing-masing budaya di lima tempat yang berbeda. Kekhasan lima budaya yang ditampilkan Tere Liye mempengaruhi gaya penulisan yang digunakan. Adalah budaya masyarakat setempat berupa kekhasan panggilan dan atau nama, perilaku dan watak setiap daerah, bahasa (daerah dan negara) yang digunakan, karakteristik mata pencaharian sehari-hari, tata cara dan atau kebiasaan makan, jenis makanan khas, dan cara menjamu serta menerima tamu. Kelima budaya setempat yang ditunjukkan Tere Liye ini menambah kekayaan khasanah pengetahuan budaya dalam novel ini. Tere Liye membuat novel ini sarat makna melalui kekayaan literatur tentang kondisi geografis dan unsur budaya yang dimiliki oleh tempat tinggal Sri dan lingkungan di sekitar Zaman, di samping berbagai pesan moral yang disampaikan melalui perjalanan hidup tokoh-tokohnya.
Pesan moral Tere Liye kepada pembaca melalui novel ini disampaikan melalui berbagai karakter dan perjalanan hidup tokoh cerita. Melalui berbagai latar belakang budaya yang dapat mempengaruhi profesi dan cara hidup tokoh tertentu, Tere Liye secara apik[1] mengemas pesan moral yang ingin disampaikan. Sebagai contoh adalah kemunculan beragam profesi yang terlibat karena budaya hidup masyarakat yang berbeda seperti pengacara, pelaut tangguh, pengumpul hasil laut, guru, kiai, sopir, penjual nasi goreng, pengawas pabrik, wirausahawan pemilik usaha jasa transportasi, pemilik pabrik sabun, perawat di panti jompo, pemilik restauran, pemilik apartemen, pegawai perusahaan listrik, dan Chief Executive Officer (CEO). Seperti jenis karakter yang umum, ada dua jenis karakter utama yang menemani lika-liku kehidupan Sri dan Zaman, yaitu protagonis dan antagonis. Setiap kisah memang selalu diwarnai dengan karakter yang baik dan buruk, yang semakin menambah cita rasa kehidupan seorang Sri dan Zaman. Keluarga, tetangga dekat, teman/sahabat, dan pasangan hidup merupakan komponen yang selalu turut dalam setiap perjalanan hidup manusia, begitu pula dengan kehidupan seorang yang tangguh seperti Sri dan Zaman. Penggambaran karakter tokoh-tokoh dalam novel ini juga berada dalam porsi yang proporsional. Sebagai contoh adalah Sri sebagai tokoh utama di masa lalu tetap memiliki kekurangan dibalik berbagai kelebihan karena sisi lain berupa keegoisan sikap pada titik tertentu kehidupannya. Zaman sebagai karakter utama di masa kini masih tetap membutuhkan bantuan orang lain dibalik kecerdasan daya analisis, ketangkasan bertindak, dan keluhuran budi pekertinya. Begitu pula dengan karakter tokoh yang lain.
Perjalanan menemukan ahli waris Sri oleh Zaman melalui tulisan Sri menemui kelokan-kelokan yang beraneka ragam. Tulisan-tulisan yang Sri tinggalkan memuat pesan moral kehidupan kepada siapapun yang membacanya. Kesabaran, persahabatan, keteguhan hati, perjalanan cinta, dan memeluk rasa sakit. Tere Liye menyampaikan pesan moral kepada pembaca melalui tulisan tangan Sri yang telah meninggal. Meskipun secara tersurat Tere Liye membagi kisah hidup Sri menjadi lima bagian, namun ada satu hal yang menjadi inti pesan moral yang beliau sampaikan kepada pembaca melalui novel ini. Pesan penting tersebut adalah keikhlasan menerima takdir apapun dalam segala hal yang menimpa manusia. Keikhlasan yang merupakan buah dari pemahaman tauhid yang baik dan benar. Keikhlasan yang merupakan salah satu syarat diterimanya suatu amalan. Selain pesan tersebut, Tere Liye seolah juga ingin mengingatkan pembaca bahwa kematian merupakan suatu kepastian yang dialami oleh semua makhluk bernyawa di dunia. Hal ini tidak berlebihan karena buku setebal 524 + vi halaman tersebut bertumpu pada satu tokoh yang sudah meninggal, Sri. Perbedaan setiap makhluk yang pasti meninggal hanyalah pada cara menanggapi kematian tersebut. Tere Liye juga ingin memahamkan kepada pembaca bahwa pada tingkat kehidupan bahagia yang paripurna, bahagia itu sendiri merupakan suatu makhluk yang tidak abadi. Ia bisa direnggut oleh Yang Maha Pemilik Kebahagiaan sejati kapanpun dan dimanapun, melalui bentuk ujian tertentu. Karena manusia adalah manusia lemah yang hanya bisa menerima dan menyikapi takdir dengan sebaik-baik ikhtiarnya. Dengan keikhlasan yang bisa diusahakan melalui ke”legawa”an hati dan pikiran.
Secara detail, Tere Liye memberikan pesan moral yang dikirimkan melalui peninggalan Sri berupa tulisan dan harta warisan. Tulisan dan harta Sri seolah menjadi wasiat untuk seluruh pembaca baik untuk tuntunan kehidupan maupun untuk tuntunan kematian. Tere Liye menyampaikan makna-makna yang berenergi di balik tulisan Sri sebagai pemilik kesahajaan  yang dapat digunakan untuk tuntunan selama manusia hidup. Tulisan memang metode komunikasi yang canggih antara manusia yang masih hidup dengan yang sudah meninggal. Khalifah Ali bin Abi Thalib pun pernah mengungkapkan tentang hidupnya tulisan meskipun penulisnya sudah berada di alam barzah. Tulisan seorang penulis tentang apapun bisa mengantarkan seseorang ke surga ataupun sebaliknya, ke neraka. Surga bisa digapai melalui tulisan karena tulisannya mengandung kebaikan yang dapat mengalir seperti air, memberikan kehidupan yang lebih baik untuk makhluk hidup yang dilewatinya. Sebaliknya, neraka juga bisa didapatkan oleh penulis yang isi tulisannya mendatangkan kemudharatan bagi siapa dan apa saja yang dilaluinya. Catatan-catatan tokoh utama Sri tidak hanya menjadi petunjuk bagi Zaman mendapatkan ahli waris sah Sri, namun juga menjadi inspirasi bagi siapapun yang membacanya. Secara tersurat, surat-surat yang ditulis oleh Sri menggambarkan bagaimana lika-liku kehidupan Sri dari tempat-tempat yang berbeda. Sementara itu, bagaimana Sri memperlakukan harta kekayaannya merupakan pesan tersirat lain yang ingin Tere liye sampaikan sebagai tuntunan untuk siapapun yang akan mengalami suatu kepastian bernama kematian. Berbeda dengan nilai harta warisan Sri yang bisa dihitung dengan angka karena jika diprediksi bernilai melebihi kekayaan Ratu Inggris dan keluarganya, menurut saya, tulisan-tulisan yang Sri tinggalkan juga merupakan harta berharga dengan kemanfaatan yang tinggi, yang tidak bisa dihitung dengan angka mata uang apapun di dunia.
Setiap detail kisah hidup Sri di titik tertentu memiliki pesan khusus. Sebuah tempat tokoh Sri untuk belajar tentang makna kesabaran hidup. Kesabaran hidup yang seharusnya tanpa batas, yang dipertanyakan oleh Sri di tempat tersebut. Kesabaran yang seharusnya tanpa batasan usia, waktu, tempat, dan situasi. Tere Liye juga ingin memberi nasihat kepada pembaca bahwa kepedulian terhadap sesuatu yang menimpa orang terdekat merupakan hal yang penting. Di era yang berpotensi menghasilkan produk manusia yang semakin egois ini, kepedulian merupakan hal yang berharga mahal. Sementara itu di titik kehidupan yang lain, Tere Liye ingin memberikan pesan kepada pembaca bahwa pendidikan merupakan hal yang tidak mengenal batasan waktu dan usia. Berbekal semangat dan kedisiplinan, seseorang harus terus belajar ilmu apapun yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia. Sri memiliki sikap pantang menyerah, tekun, dan tidak kenal putus asa dalam mempelajari semua ilmu yang bermanfaat untuk manusia. Selain tekad dan kemauan yang tinggi untuk terus belajar melengkapi kekurangan diri, bagian cerita kehidupan Sri di tempat lain ini juga merupakan ajang Tere Liye untuk memberikan pesan tentang pentingnya memiliki kecerdasan emosional dan spiritual, yang menjadi bekal untuk bertindak menghadapi bentuk fitnah atau adu domba yang memang sudah ada sejak jaman Nabi Adam hingga detik-detik mendekati hari kiamat ini. Adu domba yang menjadi ujian bagi Sri dan orang-orang tersayang di sekitarnya, yang menuntut kejernihan berpikir dan penggunaan hati nurani, sehingga mampu menghasilkan kecerdasan tindakan yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan. Kedua gabungan kecerdasan itu (kecerdasan emosional dan spiritual) menjadi masalah generasi sekarang, yang menghasilkan tindakan latah seperti zombie dan ketidakmampuan menempatkan diri pada permasalahan tertentu. Tere Liye seolah juga ingin mengingatkan kejadian di masa lalu tentang bahaya fitnah yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang berpaham komunis. Selain pelajaran-pelajaran tersebut, Tere Liye juga menyisipkan tentang makna persahabatan yang ikhlas, lillahi ta’ala karena ikatan agama Allah, agama Islam. Persahabatan yang tulus adalah persahabatan yang tidak mempertimbangkan masa lalu sahabat lain. Persahabatan yang selalu mengedepankan kedekatan kepada Allah, yang saling mengingatkan untuk kembali kepada Allah apapun yang terjadi. Meskipun ketika salah satu berkhianat, maka hal terbaik yang bisa diberikan adalah menerima dengan tulus dan memaafkan tanpa harus diperintah untuk memaafkan. Kemudian, di titik yang lain, betapa Tere Liye ingin menasihatkan kepada pembaca tentang makna perjuangan hidup tak henti-henti melalui tokoh Sri. Pemahaman tentang bagaimana seseorang harus terus melangkah, apapun yang sedang Allah ujikan dan timpakan kepadanya. Bahkan meskipun harus “merangkak” (bergerak pelan-pelan), seseorang harus tetap berjalan ke depan menggapai cita-cita dan target hidup, dengan pelajaran masa lalu sebagai bahan evaluasi. Kemudian, setelah berusaha dengan sebesar-besarnya ikhtiar, seseorang harus siap dengan segala keputusan dari Allah sebagai pengatur utama kehidupan manusia. Karena manusia hanyalah makhluk dengan ukuran kecil di titik kecil bumi sebagai bagian dari luasnya alam jagad raya, yang hanya bisa memaksimalkan ikhtiar, dengan Allah sebagai penentu hasil dan kondisi akhir. Bagian itulah ujian penerimaan keikhlasan datang lagi. Dan seseorang harus bisa menyikapinya dengan ridho dan ikhlas, serta prasangka baik kepada Allah. Selanjutnya, apabila seseorang sudah mendapatkan apa yang diikhtiarkan, tokoh Sri memberikan contoh tentang bentuk syukur terhadap nikmat yang diberikan Allah. Bentuk syukur dapat dilakukan dengan memberikan hal terbaik dalam menjalankan segala kewajiban yang telah diamanatkan. Sementara itu di bagian perjalanan hidup yang lain, Tere Liye kembali ingin memberikan pemahaman kepada pembaca tentang keikhlasan menerima takdir cinta yang terkadang tidak sesuai dengan harapan indah manusia. Sri mendapatkan ujian kesejatian bentuk cinta yang diperoleh dari makhluk ciptaan Allah bernama laki-laki dan buah hati. Tere Liye menasihatkan tentang hakikat kepemilikan orang-orang tersayang. Bahwa kepada para pecinta makhluk Tuhan di dunia, semua yang manusia kira sebagai “milik” hanyalah titipan belaka yang suatu saat akan diambil kembali oleh Pemiliknya. Hakikat sebuah titipan yang merupakan ujian bagi manusia. Ujian tentang apa yang akan terjadi jika seseorang dititipi seseorang sebagai pasangan hidup, dan bagaimana manusia harus bersikap jika titipan itu diambil oleh Pemiliknya.  Kemudian, melanjutkan pengalaman hidup di tempat yang lain, Tere Liye berpesan bahwa kebaikan hati dan kehangatan diri merupakan bekal untuk bisa diterima oleh lingkungan sekitar. Kehidupan Sri menyiratkan pesan bahwa pendidikan dan bercocok tanam merupakan cara lain menikmati hidup di tengah deru suara kehidupan yang semakin merongrong. Pelibatan diri dalam dunia pendidikan merupakan cara untuk membuat diri sendiri tetap bermanfaat bagi orang lain, begitu juga dengan kegiatan bercocok tanam. Tere liye ingin memberikan pelajaran bahwa bercocok tanam merupakan salah satu cara untuk membuat diri berguna untuk manusia lain melalui bantuan penyediaan bahan pangan sebagai makanan untuk sesame. Selain itu, bercocok tanam juga merupakan metode sedekah untuk para makhluk lain di bumi seperti serangga dan teman-temannya. Ditambah lagi, menurut saya, meskipun suatu aktivitas bercocok tanam gagal, manusia tetap akan mendapatkan nilai di hadapan Tuhan karena membantu makhluk hidup lain bertahan hidup melalui aktivitas menghubungkan komponen-komponen yang terlibat dalam rantai makanan.
Selanjutnya, perlakuan Sri terhadap hartanya dapat menjadi teladan bagi pembaca untuk memahami hakikat harta itu sendiri. Harta dalam bentuk materi, seperti halnya titipan-titipan lain yang telah dikisahkan sebelumnya, juga merupakan titipan Allah yang tidak bersifat kekal dan menjadi ujian bagi siapapun yang diamanahi untuk dititipi. Manusia yang meninggal hanya akan membawa sehelai benang dan amal sholeh yang menjadi bekal kehidupan di alam selanjutnya. Ujian oleh harta kekayaan menyiratkan pertanyaan tentang bagaimana manusia akan memperlakukan harta titipan itu. Sebagai seseorang yang mendapatkan dan memahami ilmu agama sejak kecil, Sri dewasa paham mengenai cara kerja harta itu sendiri. Tere Liye memberikan pesan kepada pembaca bahwa persahabatan dan hubungan yang baik dengan sesama manusia lebih penting dibandingkan dengan harta itu sendiri. Pesan tentang apa yang harus dilakukan terhadap harta peninggalan yang tidak kekal dapat menjadi contoh bagaimana seseorang akan bertindak terhadap hartanya. Kemanfaatan publik atas harta merupakan hal yang utama sehingga dapat menjadi investasi di akhirat kelak. Kemanfaatan dan kemaslahatan bagi umat yang dapat menjadi amal dengan balasan yang terus mengalir hingga hari pembalasan kelak.
Selain harta, sebenarnya melalui tokoh Sri, Tere Liye juga berpesan bahwa ilmu yang bermanfaat merupakan investasi akhirat. Hal tersebut dapat dipahami melalui pendidikan bisnis yang Sri berikan kepada orang-orang di sekitarnya, pendidikan keterampilan tertentu kepada relasi tempat Sri bekerja, dan pendidikan kesenian kepada para murid-muridnya. Selain itu, bagaimana tokoh Sri menyikapi hal-hal yang telah dia alami sejak lahir hingga meninggal merupakan inspirasi sikap yang wajib diteladani oleh seluruh kalangan umur sebagai buah dari yang telah ia pelajari sejak lahir. Hal tersebut secara tidak langsung juga merupakan cara Sri mewariskan sikap dan perilaku melalui keteladanan yang dapat dicontoh dan diwarisi.
Beragam kisah yang dikonstruksi Tere Liye menjadi kesatuan cerita dalam novel ini membuktikan betapa beliau adalah penulis yang matang dan kreatif. Tere Liye berhasil menyampaikan pesan moral kepada seluruh pembaca melalui tema dan cara penyampaian kisah yang unik meskipun masih terdapat kekurangan dalam novel yang ditulisnya. Beberapa istilah-istilah yang berasal dari dunia ekonomi, bisnis, dan hukum membutuhkan catatan kaki agar pembaca yang awam mudah memahami makna istilah-istilah tersebut. Begitu pula dengan istilah yang berasal dari daerah dan negara tertentu. Namun hal tersebut dapat menjadi stimulus bagi pembaca untuk lebih mendalami istilah-istilah yang digunakan Tere Liye. Hal tersebut bisa jadi digunakan untuk mengungkapkan pengertian tertentu yang tidak memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Ataupun jika ada, bisa jadi padanan yang dimaksud tidak efisien dan mempersulit komunikasi singkat antar tokoh yang sedang berdialog. Selain itu, kejutan akhir kisah perjuangan Zaman menemukan kemungkinan ahli waris Sri masih menyisakan tanda tanya bagi saya. Sebuah pertanyaan tentang pemenuhan kewajiban Zaman sebagai pengacara untuk menyelesaikan kewajiban pengurusan harta warisan Sri. Meskipun Tere Liye telah menjawab pertanyaan-pertanyaan saya di atas, namun ternyata kemudian, akhir kisahnya juga membuat satu pertanyaan baru muncul. Meskipun di akhir kisah Tere liye telah menceritakan tentang pemenuhan tugas Zaman terhadap harta tersebut berdasarkan wasiat Sri, namun pemenuhan kewajiban Zaman atas temuannya itu belum dijelaskan secara tuntas. Dan hal itu tidak dijawab oleh Tere Liye. Hal ini disebabkan karena perbedaan makna antara wasiat dan warisan itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan QS An-Nisa’ ayat 12, Islam mengakui sebuah ikatan karena keturunan, hijrah, dan persaudaraan pada awal mula sebelum turun ayat tersebut. Namun kemudian, ikatan karena hijrah dan persaudaraan dihapuskan setelah turun ayat tersebut. Hal ini menyebabkan perwarisan hanya dikarenakan keturunan, pernikahan, dan memerdekakan hamba sahaya. Ketentuan pembagian harta warisan tersebut baru dilaksanakan setelah wasiat dan utang piutang mendiang diselesaikan. Allah yang telah mengatur secara rinci perihal pembagian  harta warisan dalam ayat tersebut. Dan asas hukum Allah adalah keadilan dan kemaslahatan.


“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. Dan bagianmu (suami-istri) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah dipenuhi (wasiat) yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun. (QS An-Nisa’: 11-12).”
Secara keseluruhan, novel ini merupakan paket lengkap pemahaman tentang kehidupan dan persiapan menghadapi kematian. Karena cerita di dalamnya memuat kisah tokoh dari lahir hingga wafat, maka tidak berlebihan jika novel ini saya rekomendasikan untuk dapat dibaca oleh semua kalangan usia, profesi, dan latar belakang budaya. Pesan moral yang disampaikan oleh Tere Liye bersifat universal dan dapat diaplikasikan pada berbagai kalangan pembaca. Novel ini dapat menjadi rujukan untuk program pembentukan karakter bagi anak-anak sejak dini dan pengobatan “kelumpuhan” karakter bagi masyarakat secara umum. Semoga menjadi amal ibadah Tere Liye yang akan terus mengalir hingga beliau kelak dipanggil Yang Maha Pemilik Kehidupan. Semoga semakin banyak orang yang akan mempelajari ilmu waris sehingga meningkatkan kemaslahatan terhadap umat. Aamiinn.


Referensi :

Majalah As-Sunnah Edisi khusus (7-8)/Tahun IX/1426/2005M. https://almanhaj.or.id/2021-pembagian-harta-waris.html. Surakarta : Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah. Diakses tanggal 29 Desember 2016

Al-Qur’anul Karim. The Wisdom Al-Qur’an Disertai Tafsir Tematis yang Memudahkan Siapa Saja untuk Memahami Al-Qur’an. Bandung : Al-Mizan Publishing House



[1] Kata dalam bahasa Jawa, yang dalam bahasa Indonesia bermakna baik, bagus

Selasa, 08 November 2016

Jalan Berliku Produk Rekayasa Genetik



Tanggal 21 April 2016, saya mendapat pesan tentang iklan bisnis tahu dari salah seorang pebisnis di media sosial. Iklan gambar tersebut mengambil judul “Ada apa dengan tahu?”, sedikit diplesetkan dengan salah satu judul film roman Mira Lesmana dan Riri Riza yang akan ditayangkan di bioskop kala itu. Isi pesan tersebut adalah ajakan untuk memilih dan membeli tahu dari pebisnis tersebut dengan memberikan penjelasan tentang bahaya produk tahu yang lain. Prolog adegan di iklan tersebut menganalogikan kejahatan Rangga yang meninggalkan Cinta selama 14 tahun tanpa kejelasan dengan kejahatan seorang suami yang meninggalkan istrinya karena memberikan oleh-oleh tahu yang dibuat dari kedelai Genetically Modified Organism (GMO). Selanjutnya, pada tanggal 10 Oktober 2016 dengan ketidakjelasan sumber primer, saya mendapatkan lagi pesan berantai di grup media sosial yang lain dengan isi yang kurang lebih sama, meskipun tidak dimaksudkan untuk iklan produk tertentu.
Arus informasi di media sosial mengalir cepat meskipun sumber utama pemberi informasi belum jelas. Ternyata, tidak semua pengguna media sosial dapat berperan sebagai jurnalis yang memiliki kode etik. Saya sedih karena isi informasi tersebut berpotensi semakin menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan, obyek yang sedang diperbincangkan adalah sesuatu yang dibutuhkan tubuh kita sehari-hari, bahkan dengan frekuensi yang rutin setiap hari. Padahal, pemerintah telah berusaha melakukan cara untuk menjamin keamanan hayati produk rekayasa genetik (disingkat PRG) yang ada di Indonesia. Peneliti juga telah berusaha untuk menghasilkan berbagai PRG untuk kemaslahatan umat manusia, khususnya di Indonesia.
Sampai saat ini, masyarakat memang menaruh kekhawatiran terhadap PRG. Pemanfaatan tanaman PRG sebagai salah satu jenis PRG masih mengundang kekhawatiran tentang risiko yang mungkin timbul terhadap lingkungan, keanekaragaman hayati, kesehatan manusia dan hewan[1]. Kekhawatiran masyarakat yang muncul sebagai respon dari pesan-pesan di media sosial tentang PRG tersebut sejalan dengan tinjauan tertulis dalam review ilmiah[2] yang disebarluaskan melalui Analisis Kebijakan Pertanian. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan beberapa pihak terkait tentang regulasi, implementasi dari regulasi yang telah dibuat pemerintah, status PRG yang telah aman untuk diedarkan secara luas, dan kendala-kendala yang muncul dari implementasi regulasi tersebut.
Kekhawatiran masyarakat tentang PRG memang bukan tanpa alasan. Poin penting dari pesan-pesan yang beredar di media sosial tersebut adalah tentang bahaya PRG apabila dikonsumsi oleh manusia, padahal data penelitian yang ditampilkan di pesan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Secara normatif, pelepasan edar dan pelabelan aman bagi suatu PRG membutuhkan proses yang sudah diatur oleh pemerintah, baik dalam bentuk peraturan pemerintah maupun undang-undang. Proses yang panjang tersebut berkaitan dengan regulasi dan kelembagaan dengan melibatkan beberapa kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK). Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Perkebunan, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan lembaga pemerintah yang terlibat dalam pemberian izin edar suatu PRG.
Hingga saat ini, pemerintah mengatur segala tata cara dan ketentuan tentang keamanan PRG dalam Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 25  Tahun  2012  tentang  Pedoman Penyusunan  Dokumen  Analisis  Risiko Lingkungan  Produk  Rekayasa  Genetik. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2005, produk  rekayasa  genetik  atau  organisme  hasil  modifikasi  yang disingkat  PRG  adalah  organisme  hidup,  bagian-bagiannya  dan/atau  hasil  olahannya  yang  mempunyai  susunan genetik baru dari hasil penerapan bioteknologi modern. Jenis PRG terdiri dari tanaman, jasad renik (mikroorganisme), hewan, dan ikan, termasuk bahan asal dan hasil olahan PRG tersebut. Dua subyek pengkajian keamanan PRG terdiri dari pengkajian keamanan organisme hayati PRG, terutama tanaman PRG dan sebagai produk pangan (dan atau pakan). Keamanan hayati PRG  meliputi keamanan  lingkungan,  keamanan pangan  dan/atau  keamanan  pakan  PRG[3].
Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, pengkajian keamanan lingkungan tanaman PRG secara prinsip adalah sama dengan pengkajian keamanan PRG sebagai produk pangan (dan atau pakan), meskipun memiliki perbedaan. Prinsip pengkajian keamanan hayati berupa keamanan lingkungan dan produk pangan (dan atau pakan) PRG menjamin agar pelepasan PRG aman untuk seluruh ekosistem, tidak hanya untuk manusia. Pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan keamanan terhadap lingkungan, pangan, dan atau pakan PRG adalah dengan prinsip kehati-hatian dan mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial budaya, dan estetika, serta pelestarian. Pengkajian keamanan tanaman dan produk pangan dan atau pakan PRG juga dilakukan oleh lembaga yang sama, meskipun pihak yang berwenang untuk pemberian izin pelepasan produk berbeda. Mekanisme pengkajian keamanan lingkungan dan produk pangan dan atau pakan PRG secara prinsip melalui berbagai pengujian yang dapat dipertanggungjawabkan dengan teknik pengujian sesuai standar internasional. Mekanisme pengkajian keamanan hayati dan pangan (dan atau pakan) dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Gambar 1. Mekanisme izin edar dan pelepasan PRG (PP No. 21 tahun 2005)

Mekanisme pengkajian keamanan hayati PRG, sesuai dengan Bab V PP No. 21 tahun 2005 diawali dengan pengajuan permohonan kepada Menteri cq Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian dengan tembusan Menteri Lingkungan Hidup cq Deputi III Komisi Lingkungan Hidup (KLH) dan Ketua Tim Teknis Keamanan Hayati (TTKH) PRG, yang ditunjukkan pada tahap 1 dan 2. Selanjutnya, Kepala Badan Litbang Kementerian terkait dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak menerima permohonan pengujian tanaman PRG di Fasilitas Uji Terbatas (FUT) atau Lapangan Uji Terbatas (LUT), menyerahkan permohonan kepada Komisi Keamanan Hayati PRG, pada tahap 3. Kemudian pada tahap 4, KKH PRG menugaskan TTKH PRG untuk mengevaluasi substansi permohonan pengujian tanaman PRG di FUT atau LUT. Jangka waktu pemeriksaan dokumen permohonan pengujian oleh KKH PRG paling lambat 14 (empat belas) hari. Selanjutnya pada tahap 5, TTKH PRG mengevaluasi informasi atau data permohonan pengujian tanaman PRG di FUT atau LUT. Jangka waktu evaluasi oleh TTKH PRG paling lambat 30 (tiga puluh) hari. Hasil evaluasi disampaikan kepada KKH PRG. KKH PRG menyampaikan rekomendasi keputusan pemberian atau penolakan permohonan pengujian tanaman PRG di LUT kepada Menteri yang berwenang cq Kepala Badan Litbang Kementerian paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi dari TTKH PRG (tahap 6 dan 7). Menteri yang berwenang cq Kepala Badan Litbang Kementerian dalam waktu 14 (empat belas) hari sudah memberikan keputusan pemberian atau penolakan permohonan pengujian kepada pemohon (tahap 8). 
Pengkajian  keamanan  pangan  tanaman  PRG  berupa uji Fasilitas Uji Terbatas (FUT) dan Lapangan Uji Terbatas (LUT), serta evaluasi terhadap semua dokumen keamanan hayati kemudian dilakukan  oleh  TTKH  setelah  mendapat  tugas  dari KKH.  Data dan dokumen keamanan lingkungan tanaman  PRG  yang harus dilengkapi pemohon meliputi  informasi  genetik  dan  informasi  keamanan  lingkungan.  Informasi  genetik  yang  diperlukan  antara  lain  informasi  mengenai  elemen  genetik, sumber gen interest[4], sistem transformasi, dan stabilitas genetik.  Informasi  keamanan  lingkungan terdiri  atas  dampak  terhadap  organisme  non  target, dampak terhadap keanekaragaman hayati, perpindahan gen, dan potensi menjadi gulma.
Namun, khusus untuk tanaman yang akan dibudidayakan di wilayah Indonesia, tanaman tersebut masih harus dilakukan proses pengujian/pelepasan varietas berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 tahun 1992 pasal 12. Rencana pengujian varietas harus disampaikan kepada Tim Penilai dan Pelepas Varietas (tahap 9) dari Badan Benih Nasional (BBN). Menurut Keputusan Menteri Pertanian, hasil pengujian tersebut dapat diajukan kepada Menteri Pertanian melalui Ketua BBN untuk dinilai dalam pelepasan varietas. Apabila hasil penilaian tidak memenuhi syarat, maka Ketua BBN menolak pelepasan varietas, dan Ketua BBN atas nama Menteri menolak usulan tersebut. Namun apabila permohonan tersebut memenuhi syarat, pelepasan varietas dituangkan dalam bentuk Keputusan Menteri (tahap 10).
Teknis pengujian lapangan untuk tanaman PRG meliputi FUT dan LUT dilakukan oleh TTKH. FUT merupakan fasilitas yang dibangun untuk melaksanakan kegiatan perakitan dan pengujian tanaman PRG dengan konsep pengelolaan risiko sampai pada suatu tingkat yang dapat diterima. FUT dibangun sesuai dan mengikuti standar keamanan hayat internasional. Berdasarkan panduan dari NIH Guidelines[5], ada empat tingkat keamanan hayati (Biosafety Level for Plants, BLP) untuk tanaman PRG, yaitu BL1-P, BL2-P, BL3-P, dan BL4-P. FUT terdiri dari gedung utama, rumah kaca[6], dan rumah kasa[7]. Sementara itu, LUT yang digunakan untuk pengujian PRG juga harus memenuhi ketentuan pembatasan/pengamanan gen baru dan bahan tanaman PRG. Ketentuan tersebut meliputi pencegahan lepasnya gen baru dari lokasi percobaan melalui serbuk sari, biji/benih, atau bagian tanaman lain, pencegahan bahan tanaman PRG untukdikonsumsi oleh manusia dan hewan ternak ketika pengujian, dan pencegahan lepasnya tanaman PRG dari lokasi percobaan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pemindahan atau transfer gen adalah isolasi jarak[8], isolasi waktu[9], isolasi fisik[10], dan isolasi reproduktif[11].
Khusus untuk tanaman PRG yang akan dijadikan sebagai pangan, kewenangan terhadap pemberian izin pelepasan dipegang oleh BPOM. Pengkajian  keamanan  pangan  tanaman  PRG  dilakukan  oleh  TTKH  setelah  mendapat  tugas  dari KKH.  TTKH  membentuk  Tim  Kecil TTKH untuk melakukan pengkajian awal sampai  dengan  memberikan  konsep  rekomendasi  keamanan pangan PRG. Konsep rekomendasi aman pangan ini dibahas dalam rapat Kelompok Pangan yang selanjutnya dibahas dalam rapat pleno TTKH. Tim  Kecil TTKH melakukan evaluasi jawaban daftar pertanyaan, data, dan dokumen keamanan pangan,  serta  pernyataan  aman  pangan  yang  diperoleh di  luar  negeri  bagi  tanaman  PRG  yang  dirakit  di  luar negeri. Data dan dokumen keamanan pangan tanaman PRG yang dievaluasi meliputi informasi genetik dan informasi  keamanan  pangan. Menurut BPOM pada tahun 2008, informasi  keamanan  pangan  yang  diperlukan terdiri atas kesepadanan substansial[12], alergenisitas[13], dan toksisitas[14], serta pertimbangan lain yang terkait dengan penggunaan  penanda  seleksi  dengan  gen  ketahanan antibiotik. Pemerintah melalui PP No. 21 tahun 2005 tidak hanya mengatur tentang tata cara atau mekanisme pemberian izin atau pelepasan suatu PRG dan kelembagaan, tetapi juga tentang jenis dan persyaratan PRG, penelitian dan pengembangan PRG, pemasukan PRG dari luar negeri, pengawasan dan pengendalian PRG, dan  pembiayaan. Status keamanan hayati PRG yang telah dikaji dan sudah mendapatkan label aman dapat dilihat dilihat pada Tabel 1-6.

Tabel 1. Status keamanan hayati (keamanan lingkungan) produk enzim dari fermentasi jasad renik PRG, 2001-2012 
Sumber : Herman (2010, 2014) dalam Estiati & Herman (2015) 

Tabel 2. Status pengkajian keamanan lingkungan jasad renik PRG untuk vaksin hewan, 2015
Sumber : Balai Kliring Keamanan Hayati (2015) dalam Estiati & Herman (2015)
 
Tabel 3. Status pengkajian keamanan hayati tanaman PRG, 1999
Sumber :  Komisi Keamanan Hayati (1999a, 1999b)

Tabel 4. Status pengkajian keamanan lingkungan tanaman PRG, 2011-2015
Sumber : Herman (2010, 2014, 2015) dalam Estiati & Herman (2015)
 
Tabel 5. Status pengkajian keamanan pangan tanaman PRG, 2011
Sumber : Herman (2015) dalam Estiati & Herman (2015) 

Tabel 6. Status pengkajian keamanan pakan PRG, 2013
Sumber : Herman (2012, 2014) dalam Estiati & Herman (2015)
 
Selain mekanisme pemberian izin edar dan pelepasan produk PRG untuk menjamin keamanan produk hingga ke masyarakat, pemerintah juga berusaha menjamin pemasukan PRG dari luar negeri dan pemantauan serta pengawasan di lapangan, yang tertuang pada PP yang sama. Akan tetapi, niat baik pemerintah dengan membuat regulasi tentang mekanisme pemasukan PRG dari luar negeri belum mendapatkan sambutan yang baik pula dari pihak importir dan negara pengekspor. Permohonan dari importir harus diajukan kepada Menteri Pertanian dan Kepala Badan POM ketika importir baru pertama kali melakukan pemasukan pangan PRG dari luar negeri[15]. Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan dokumen yang menerangkan bahwa persyaratan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan atau pakan telah terpenuhi, dan surat keterangan yang menyatakan bahwa PRG tersebut telah diperdagangkan secara bebas di negara asalnya, serta dokumentasi hasil pengkajian dan pengelolaan risiko dari lembaga yang berwenang tempat pengkajian risiko  dilakukan. Kasus yang pernah terjadi adalah pada komoditas kedelai dan jagung impor yang digunakan sebagai bahan pangan dan pakan. Sejak tahun 2000, Indonesia telah mengimpor jagung dan kedelai hingga satu juta ton lebih, termasuk dari Amerika dan Argentina. Kedua negara tersebut adalah penanam tanaman PRG, sehingga kemungkinan besar kedua produk yang diekspor ke Indonesia tersebut mengandung PRG. Kedelai dan jagung impor tersebut tidak dilabeli sebagai kedelai dan jagung PRG karena negara pengekspor mencampur kedelai dan jagung PRG dengan non PRG untuk menghindari harga jual yang akan menjadi mahal. Dengan demikian, importir tidak mengajukan permohonan pengkajian keamanan lingkungan/keamanan pangan/keamanan pakan karena kedelai dan jagung yang diimpor tersebut dianggap bukan PRG[16]. Hal ini menegaskan bahwa pemerintah harus lebih cermat dan waspada terhadap segala bahan yang akan masuk ke Indonesia dengan menerapkan teknik analisis sampel bahan yang cepat dan akurat. Salah satu teknik analisis yang bisa digunakan secara cepat adalah analisis metabolomik untuk menentukan kesepadanan substansial karena dapat mengetahui perbedaan metabolit antara sampel produk PRG dengan non PRG sebagai standar[17].
Hal tersebut mengurai rapor merah pemerintah karena ketidaksinkronan regulasi pemerintah dengan implementasi regulasi tersebut di lapangan. Tinjauan tertulis salah satu artikel ilmiah[18] menyebutkan bahwa komitmen lembaga pemerintah terkait implementasi PP No 21 tahun 2005 masih belum optimal karena pembentukan lembaga pengatur yang membutuhkan proses yang panjang, sejalan dengan perkembangan regulasi yang berkembang secara terus menerus. Selain itu, pemahaman masyarakat, lembaga yang terkait regulasi, lembaga pemerintah (seperti Direktorat Jenderal dan Kementerian terkait), dan para peneliti di lembaga penelitian (dan atau perguruan tinggitentang regulasi terkait keamanan hayati PRG juga pada umumnya masih kurang. Seringkali, batas waktu proses pengkajian terlampaui karena kurangnya pemahaman regulasi. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya sosialisasi di lembaga tersebut. Di samping itu, terdapat anggapan dari para peneliti bahwa konsekuensi dari kepatuhan regulasi adalah biaya regulasi yang mahal, mekanisme yang terlalu prosedural dan waktu yang dibutuhkan lama serta berbelit-belit.
Menurut saya, benteng pertama untuk penjamin keamanan PRG adalah pemerintah. Masyarakat adalah pertahanan terakhir dari jaminan keamanan PRG karena masyarakat adalah muara akhir alasan adanya PRG tersebut. Pemerintah yang berwenang mengeluarkan regulasi juga dituntut untuk konsisten melaksanakan tugas sebagai penjamin keamanan PRG sesuai dengan regulasi yang telah ada. Masyarakat umum juga dituntut untuk sadar dan peduli dengan regulasi yang telah dibuat oleh pemerintah. Usaha pemerintah dan peneliti untuk membantu peningkatan produktivitas pangan dan pertanian masyarakat Indonesia harus didukung oleh masyarakat dengan meningkatkan kesadaran terhadap PRG. Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dilakukan melalui pemerintah dan peneliti dengan melakukan sosialisasi aktif kepada masyarakat. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan penyebarluasan informasi tentang PRG melalui media massa. Media yang dapat digunakan adalah media sosial, media elektronik dan media cetak
        Semoga masyarakat Indonesia menjadi lebih dewasa dalam menyikapi informasi yang muncul di era digital dengan kecepatan informasi yang tinggi ini. Sempat terlintas dalam benak saya bahwa nanti pada tahun sekian di Indonesia, pemerintah memiliki sistem deteksi cepat untuk membedakan PRG dan non PRG di bandar udara atau pelabuhan, serta di beberapa lembaga penelitian dan lembaga pemerintah. Saya sendiri membayangkan suatu saat nanti, ada perangkat lunak digital terpasang di smart phone yang bisa mendeteksi PRG sehingga masyarakat bisa menentukan pilihan, apakah akan memanfaatkan bahan tersebut atau tidak, atau kemudian melaporkan PRG yang terdeteksi kepada pemerintah untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut. Tapi kapan?


[1] Herman (2010)

[2] Estiati dan Herman (2015)

[3] Keamanan lingkungan PRG adalah kondisi dan upaya  yang  diperlukan  untuk  mencegah kemungkinan timbulnya risiko yang merugikan keanekaragaman  hayati  sebagai  akibat pemanfatan  PRG.  Keamanan  pangan  PRG adalah  kondisi  dan  upaya  yang  diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya risiko  yang merugikan dan membahayakan kesehatan manusia  sebagai  akibat  dari  proses  produksi, penyiapan,  penyimpanan,  peredaran,  dan pemanfaatan  pangan  PRG, sedangkan keamanan pakan PRG adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya  dampak  yang  merugikan  dan membahayakan  kesehatan  hewan  dan  ikan sebagai akibat dari proses produksi, penyiapan, penyimpanan,  peredaran,  dan  pemanfaatan pakan  PRG.

[4] Gen atau bagian dari materi genetik DNA yang disisipkan ke organisme lain untuk menyandi karakter yang diinginkan pada organisme target

[5] Traynor et al. (2001)

[6] Rumah kaca dibangun dari dinding yang terbuat dari polikarbonat dan kasa 200mesh, dengan sistem pintu ganda (double door) untuk mencegah terjadinya penyebaran serbuk sari. Rumah kaca juga dilengkapi dengan shelldeck dan exhaust fan untuk mendapatkan suhu ruangan mendekati suhu udara luar dan tidak menggangu fungsi sebagai containment yang memiliki kesamaan lingkungan dengan tempat tumbuh terbuka. Rumah kaca juga dapat dilengkapi dengan chiller atau AC untuk mengakomodasi tanaman dataran tinggi.

[7] Rumah kasa dibuat dari kawat kasa, dengan sistem pintu ganda

[8] Isolasi jarak; isolasi  biologis, misalnya kedelai PRG tidak boleh ditanam di sekitar tanaman melon, jagung, dan padi gogo

[9] Isolasi waktu, misal jagung  PRG  tidak boleh ditanam  di  sekitar  tanaman  jagung  lokal yang  hampir  panen

[10] Isolasi fisik, misal kapas PRG ditanam  pada  lahan  bera 

[11] Isolasi reproduktif , misal dengan  melakukan  perompesan  bunga atau membungkus bunga tanaman PRG menggunakan  kantong  khusus,  biasanya  dilakukan  pada  tanaman menyerbuk silang seperti jagung

[12] Kesepadanan substansial : suatu  keadaan  di  mana  produk transgenik secara substansial sepadan dengan produk non-transgenik asalnya, kecuali sifat yang direkayasa.

[13] tingkat  alergi  terhadap  protein  dari gen interes

[14] tingkat  keracunan

[15] Pasal 13 PP No 21 tahun 2005

[16] Herman 2008

[17] Oikawa et al. (2008)


[18] Herman 2010



Referensi


Balai  Kliring  Keamanan  Hayati  Indonesia. http//www.indonesiabch.or.id/lingkungan/ (15 November 2015)
Estiati, A., Herman, A. 2015. Regulasi Keamanan Hayati  Produk Rekayasa Genetik  di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. 13 (2) : 129-146.
Herman,  M.  2008.  Perkembangan  bioteknologi  dan  status regulasi  di  Indonesia.  Media  Workshop  Manfaat  Bio-teknologi  dalam  Mengatasi  Krisis  Pangan.  IndoBIC. Jakarta, 28 Agustus 2008. 
Herman, M. 2010. Empat belas tahun perkembangan peraturan  keamanan  hayati  dan  keamanan pangan  produk  rekayasa  genetik  dan implementasinya  di  Indonesia.  Jurnal AgroBiogen 6(2):113-125.
Herman, M. 2012. Progress and status of regulation of  the  utilization  of  genetically  engineered crops  in  Indonesia.  Paper  presented  at MARCO  Symposium.  National  Institute  for Agro-Environmental  Sciences  (NIAES). Tsukuba, Japan.
Herman, M. 2014. Status on modern biotechnology and  regulation  in  Indonesia.  Paper  presented at  PRE  COP-MOP  Meeting.  ISAAA-INDOBIC-SEAMEO/BIOTROP.  Bogor,  25-26 August 2014. 
Herman, M. 2015. New developments in genetically engineered  crops  in  Indonesia.  Paper presented at Seminar and Workshop on Food and  Feed  Safety  of  Genetically  Engineered Crops  Containing  Stacked  Traits.  ILSI-NADFC-USSEC. Jakarta, 3 February 2015.
Komisi  Keamanan  Hayati (KKH).  1999a.  Surat penetapan  Komisi  Keamanan  Hayati  No. LB.150.905.155  tentang  aman  lingkungan tanaman  kedelai  transgenik  Roundup  Ready, tanaman  jagung  transgenik  Roundup  Ready,  dan  tanaman  jagung  transgenik  Bt.  Jakarta: Komisi Keamanan Hayati. 
Komisi  Keamanan  Hayati (KKH).  1999b.  Surat penetapan  Komisi  Keamanan  Hayati  No. LB.150.905.156  tentang  aman  lingkungan tanaman  kapas  transgenik  Roundup  Ready dan  tanaman  kapas  transgenik  Bt.  Jakarta: Komisi Keamanan Hayati.
Oikawa, A., Matsuda, F., Kusano, M., Okazaki, Y., Saito, K. 2008. Rice Metabolomics. Rice 1 : 63-71.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun  2005  tentang  Keamanan  Hayati Produk  Rekayasa  Genetik.  2005.  Jakarta: Kementerian  Sekretariat  Negara  Republik Indonesia.
Traynor, P.L., Adair,  D., Irwin, R. 2001. A practical guide to  containment:  Greenhouse  research  with  transgenic plants  and  microbes.  Information  Systems for Biotechnology. Virginia Tech. USA. 74 p.