Rabu, 20 Januari 2016

Ekowisata Gaya Indie



Dia sedang bergerak-gerak melewati hijauan ganggang di sekitarnya. Sambil melihat-lihat obyek di sekelilingnya, dia menyusuri dan menyatu dalam air laut yang dingin. Dia akan bertemu dengan si betina, untuk bersama-sama, menari-nari kemudian melahirkan agar spesiesnya di kedalaman laut itu tetap ada. Tarian yang sensual, begitulah sang penulis novel legendaris Dan Brown, menyebutnya dalam Deception Point. Sampai saat ini, kuda laut dinobatkan sebagai salah satu hewan laut yang berkembang biak dengan ritual khusus, selain ubur-ubur dan ikan buntal. Dia setia. Beberapa teman selautnya mungkin ada yang tidak sesetia dia. Buku ilmu pengetahuan berkata, dia memiliki kecenderungan monogami, sebuah pola perkawinan dengan satu pasangan betina saja. Sebuah pengetahuan tentang kecenderungan, untuk mengurangi ketidakpastian dalam tatanan alam yang teratur, sistematis dan sangat kompleks.
Berposisi sekitar 2 (dua)  meter dari si jantan yang sedang menuju si betina, dua pasang mata mengamatinya dengan daya akomodasi yang tinggi. Pupil mereka membesar. Pemilik dua pasang mata itu menggunakan baju dengan kaki yang tampak seperti kaki katak. Punggung mereka menggendong sesuatu. Sesuatu yang berbentuk tabung. Mulut mereka ditutupi dengan alat yang terhubung dengan tabung di punggung, sementara ada gelembung air yang keluar dari saluran di sisi yang lain. Mereka juga menggunakan kaca mata yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan kaca mata untuk membantu menemukan titik fokus bagi penderita miopi ataupun hipermetropi, agar paparan air laut tidak terlalu menyakiti mata. Dua orang pemikul tabung itu sedang melakukan observasi tentang perilaku hewan laut di kedalaman laut, di tempat yang disebut sebagai  Wakatobi, salah satu bagian provinsi Sulawesi Tenggara. Mata mereka jeli mengamati perilaku berbiak, mencari makan maupun perilaku si kuda laut ketika ada biota laut yang lain.
Kuda laut, adalah hewan dari genus Hippocampus yang cantik, yang tidak bisa ditemui di atas tanah tempat manusia tinggal, kecuali ada penjahat kehewanan yang dengan tega, usil dan tanpa rasa bersalah menyentuh, mengangkat, membawa, dan memindahkannya dari laut ke darat. Apalagi, jenis kuda laut moncong babi atau biasa disebut pigmy sea horse yang dilihat oleh kedua penyelam itu hanya ada di perairan ini, dengan ukuran kerdil karena hanya 2,4 cm dan agak sulit ditemui karena terletak di kedalaman 27 m. Kuda laut mini yang ditemui tersebut bernama Cavalluccio marino. Genus Cavalluccio yang merupakan sebutan lain bagi Hippocampus.
Perairan Wakatobi merupakan satu titik di peta kepulauan Indonesia, di sebelah timur Pulau Buton, dan bertetangga pula dengan Pulau Muna, Pulau Kabaena dan Pulau Wowoni dalam wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara. Perairan Wakatobi didaulat sebagai taman nasional pada tahun 1996, yang memiliki potensi sumber daya alam laut tinggi karena jenis dan keunikan biota laut yang ada, serta panorama alam bawah laut yang dapat memanjakan mata. Taman nasional bahari merupakan taman surga bawah air yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan pelestarian alam dengan ekosistem yang asli, dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, budidaya, pariwisata maupun rekreasi.
Pengukuhan perairan Wakatobi sebagai taman nasional bahari menambah daftar taman surga di Indonesia sebagai rujukan yang dapat digunakan oleh beberapa pihak terkait agar memiliki nilai kemanfaatan yang semakin besar. Nilai kemanfaatan tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek. Selain sebagai obyek yang dapat dipandang sebagai tempat dengan panorama alam yang tidak ada duanya di dunia, nilai manfaat Taman Nasional Wakatobi juga dapat dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan spiritual. Tidak hanya di Taman Nasional Wakatobi saja, namun di semua taman nasional bahari yang ada di Indonesia. Beberapa aspek penting kehidupan manusia tersebut saling berhubungan satu sama lain, dan bisa saling mempengaruhi kehidupan manusia dalam mencapai keseimbangan hidup.
Keseimbangan alam, kearifan lokal yang beretika, kemanfaatan sumber alam, kesejahteraan sosial ekonomi, dan hubungan baik antar manusia dan manusia dengan alam, serta manusia dengan Tuhan dapat dicapai melalui aktivitas ekowisata karena mengandung implementasi nilai sosial, ekonomi, budaya dan spiritual. Berdasarkan definisi taman nasional di atas, salah satu kegunaan taman nasional adalah untuk kegiatan pariwisata. Ekowisata, didefinisikan sebagai aktivitas pariwisata yang bertanggung jawab dalam area tertentu yang mengedepankan dan mempertimbangkan peran alam. Ekowisata juga dikelompokkan sebagai komponen dari ranah pariwisata yang berkelanjutan. Negara berkembang khususnya Indonesia ikut mengelompokkan jenis wisata alternatif ini kedalam strategi konservasi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Ekowisata berpotensi menjadi metode yang efektif untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Jenis wisata ini menitikberatkan pada pengalaman dan pembelajaran tentang alam, bentang alam, flora, fauna, dan habitat makhluk hidup, maupun budaya masyarakat lokal. Hubungan simbiosis yang kompleks antara lingkungan dan aktivitas wisata merupakan suatu hal yang mungkin ketika filosofi ini dapat diterjemahkan ke dalam kebijakan yang tepat, perencanaan yang matang dan praktik yang bijaksana. Beberapa pihak terkait seperti masyarakat lokal, pemerintah lokal, industri, lembaga bukan pemerintah, dan universitas harus bekerja sama secara terintegrasi dan sinergis untuk mendukung tercapainya tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan sosial menurut Imam Ghazali mengandung pengertian tidak hanya berkaitan dengan masalah yang berhubungan dengan kebutuhan fisik dan ekonomi saja, namun juga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan spiritual. Beberapa aspek yang berpengaruh terhadap kesejahteraan sosial meliputi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Sementara definisi kesejahteraan yang digaungkan oleh para kapitalis di negeri ini, hanya mendasarkan pada kebutuhan tentang harta saja, dengan mengesampingkan kebutuhan penting yang lain.
Sebagai kawasan yang dijadikan model Destination Management Organization (DMO) oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Indonesia sejak tahun 2010, Taman Nasional Wakatobi dan 13 (tiga belas) obyek wisata yang lain di Indonesia menjadi modal dasar peningkatan kesejahteraan manusia melalui aktivitas ekowisata. Aspek lingkungan seperti ekonomi, sosial dan ekologi harus berjalan berkesinambungan agar tercapai kesejahteraan yang merata bagi seluruh penduduk bumi, tidak hanya manusia namun juga makhluk lain di bumi. Kesejahteraan yang berdasarkan pemenuhan kebutuhan jiwa, harta, akal, keturunan dan agama akan tercapai jika manusia sebagai pemimpin makhluk-makhluk lain di bumi sekaligus sebagai hamba Sang Pencipta menyadari perannya dalam mencapai tujuan yang diharapkan tersebut. Tentu, hal ini bukanlah pekerjaan dan tugas yang mudah bagi manusia karena manusia itu sendiri juga merupakan makhluk yang dikaruniai nafsu oleh Tuhan.
Nilai tambah ekonomi dapat diperoleh dalam aktivitas ekowisata tersebut. Ekonomi biru dapat menjadi rujukan sebagai konsep ekonomi dalam ekowisata yang berkesinambungan karena didasari pemahaman bahwa langit dan laut harus tetap biru meskipun pertumbuhan ekonomi, pendapatan masyarakat dan kesejahteraan ekonomi meningkat. Konsep “Blue Economy” pertama kali diperkenalkan oleh Gunter Pauli pada tahun 2010 melalui buku yang berjudul “The Blue Economy”. Konsep ini menggunakan logika belajar ekosistem, yang merupakan bagian dari pembelajaran tentang bagaimana cara alam bekerja. Cara bekerja yang dapat dipelajari dari alam yang dimaksud adalah bekerja dengan efisiensi yang tinggi. Cara kerja logika ekosistem adalah dengan memanfaatkan perpindahan energi dari satu komponen makhluk hidup dan tak hidup menjadi sumber energi bagi makhluk lain. Logika ekosistem seperti ini akan meningkatkan inovasi dan kreativitas karena ekosistem akan selalu bekerja menuju tingkat efisiensi yang tinggi untuk mengalirkan energi tanpa limbah guna memenuhi kebutuhan dasar bagi semua kontributor dalam suatu sistem.
Sebagai bagian dari ekosistem dalam ilmu ekologi, manusia menempati posisi tertinggi dalam rantai makanan. Manusia didaulat sebagai pemimpin tertinggi sebagai bagian dari alam semesta karena akal yang dikaruniakan kepadanya dari Tuhan yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lain. Selain itu, dalam posisi sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, manusia adalah hamba yang harus selalu tunduk kepada Tuhan Yang Maha Memiliki seluruh kehidupan di alam semesta. Ketiga peran manusia dalam satu dimensi waktu tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pemahaman dan pelaksanaan peran-peran manusia yang bertanggung jawab dalam tiga posisi tersebut dapat membawa kehidupan alam semesta menuju keseimbangan dan keharmonisan hidup.
Taman nasional bahari merupakan salah satu jenis ekosistem alami, dengan segala komponen, keindahan dan kemanfaatan yang dimiliki. Jika ada yang menyebut ekosistem alami, maka kita akan mendefinisikan frase tersebut sebagai bagian dari ciptaan Tuhan, yang manusiapun tidak dapat menciptakannya. Ekosistem alami dibuat dan diciptakan oleh Tuhan. Manusia tidak bisa ikut campur tangan dalam penciptaan oleh Tuhan tersebut karena manusia juga merupakan salah satu penciptaan. Ekosistem itu sendiri, dimaknai sebagai interaksi yang terjadi antara komponen biotik dengan komponen abiotik di lingkungan tertentu. Sesuai dengan bagaimana para cendekiawan ilmu ekologi memberikan pemahaman tentang ekosistem, ada dua komponen dalam ekosistem, yaitu komponen biotik dan abiotik. Segala makhluk hidup yang membutuhkan berbagai nutrisi dan lingkungan yang mendukung untuk hidup, dikelompokkan sebagai komponen biotik atau komponen hidup. Segala makhluk yang tidak menunjukkan ciri-ciri hidup disebut sebagai komponen abiotik, yang juga berperan penting dalam mendukung kehidupan komponen biotik. Hal tersebut adalah alasan mengapa kedua komponen itu harus saling berinteraksi. Ada daur atau siklus yang melibatkan kedua komponen tersebut agar keseimbangan alam tetap terjaga. Sebagai contoh adalah berbagai daur atau siklus biogeokimia yang harus memiliki gambaran dengan urutan proses yang berkesinambungan.
Apabila ditinjau dari kemanfaatan eksistensi obyek ekowisata bahari dari segi sosial dan budaya, keberadaan obyek ekowisata ini dapat mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat lokal karena usaha penyediaan berbagai fasilitas wisata dari masyarakat lokal sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Budaya masyarakat asli yang berbentuk kearifan lokal juga menjadi modal keunikan wilayah ekowisata yang tidak sama dan khas dibandingkan dengan wilayah lain. Pengakuan dan eksistensi budaya lokal yang tetap dimasukkan dalam ranah ekowisata daerah tertentu akan semakin meningkatkan kreativitas masyarakat lokal sehingga peran karunia Tuhan berupa akal dapat dimaksimalkan.
Sebagai konsep yang mengedepankan tanggung jawab, kearifan, dan etika berkealaman, ekowisata merupakan implementasi metode yang dapat menciptakan keseimbangan hubungan antar manusia dan antara manusia dengan alam, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dalam bentuk harta atau kekayaan bagi para penduduk lokal, dan kepuasan serta ketenangan batin atau jiwa bagi para pengunjung daerah ekowisata. Hubungan horizontal yang baik antar makhluk hidup yang menjadi akibat dari kegiatan ekowisata ini masih belum memenuhi persyaratan agar kesejahteraan sosial yang berdasarkan pada 5 (lima) aspek terwujud.
Aspek yang menyangkut pemenuhan kebutuhan berupa harta, akal, jiwa, dan keturunan dapat didukung dengan adanya kegiatan ekowisata tersebut. Akan tetapi, aspek spiritual atau agama belum tentu bisa dipenuhi dari kegiatan tersebut. Maka dari itu, hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan harus diimplementasikan dengan baik agar manusia tidak melupakan kodrat sebagai hamba ciptaan Tuhan. Implementasi hal tersebut dapat dilakukan melalui modifikasi berbagai aktivitas yang mendukung peningkatan nilai spiritual bagi masyarakat lokal maupun para pengunjung obyek ekowisata. Hal ini dikarenakan aspek spiritual merupakan sarana yang dapat digunakan oleh manusia untuk dapat dekat dengan Tuhan Yang Maha Menciptakan seluruh alam semesta sehingga diharapkan tercapai harmonisasi hubungan antara manusia dengan manusia, dengan makhluk hidup lain di alam, dan makhluk tak hidup sebagai komponen abiotik tak terpisahkan dalam ekosistem, serta dengan Tuhan Yang Maha Esa pencipta seluruh alam semesta.
Seluruh kebutuhan pengunjung ke area ekowisata berupa penginapan, makan, dan panduan perjalanan dapat menjadi sumber peningkatan pendapatan masyarakat lokal sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat berupa harta. Selain itu, pelayanan yang baik, yang diberikan oleh masyarakat lokal terhadap pengunjung akan dapat meningkatkan kepuasan pengunjung, dan juga bagi masyarakat lokal pemberi pelayanan. Pengunjung merasa puas karena segala kebutuhan fisik ketika berkunjung dapat dipenuhi, sedangkan masyarakat lokal akan puas karena mampu bermanfaat bagi orang lain. Hal ini mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan kejiwaan. Sedangkan pemenuhan kebutuhan yang berhubungan dengan akal dapat dilihat dari pengakuan budaya lokal yang tetap dipegang teguh dalam aktivitas ekowisata tersebut. Pengakuan budaya lokal tersebut merupakan suatu bentuk penghargaan terhadap kearifan lokal masyarakat di suatu daerah obyek ekowisata sehingga hasil cipta, rasa dan karsa masyarakat tersebut dapat menambah kekayaan budaya yang bersifat non fisik. Hal ini dapat mendorong kreativitas dan inovasi masyarakat lokal sehingga akal manusia, dalam hal ini masyarakat akan terus berkembang secara berkesinambungan. Ketika ketiga kebutuhan tersebut dipenuhi, maka keturunan diperlukan agar segala warisan budaya yang bersifat non fisik dalam area ekowisata tersebut dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Kepemilikan terhadap keturunan akan secara otomatis terpenuhi karena ditinjau dari naluri manusia, manusia akan mampu memiliki keturunan jika telah mencapai usia biologis yang matang.
Aspek spiritual atau agama dalam pembangunan yang berkelanjutan melalui aktivitas ekowisata di Indonesia dapat dilihat dan digunakan sebagai batasan yang menentukan sejauh mana pemenuhan keempat kebutuhan dasar manusia (harta, akal, jiwa, dan keturunan) tersebut diwujudkan. Aspek ini dapat diwujudkan dengan menggunakan kaidah-kaidah agama sebagai regulator dalam melakukan aktivitas ekowisata. Pemerintah pusat dan lokal dapat berperan mendidik masyarakat lokal agar agama selalu dijadikan pedoman dalam bertindak, entah agama apapun yang dimiliki oleh masyarakat lokal, dengan memperhatikan nilai toleransi antar umat beragama jika terdapat perbedaan keyakinan dalam suatu area ekowisata. Pemerintah baik pemerintah, organisasi non pemerintah dan masyarakat lokal dapat mennjadi subyek yang menentukan harus sejauh mana aktivitas ekowisata di suatu area ekowisata tersebut dilakukan, dan menggunakan dasar atau pedoman dalam agama yang dianut oleh masing-masing komunitas. Pemerintah dan beberapa pihak terkait dapat mendirikan beberapa jenis tempat ibadah untuk pengunjung dengan agama tertentu, sehingga pemenuhan kebutuhan spiritual pengunjung juga tetap terpenuhi meski sedang melakukan kegiatan ekowisata, yang notabene merupakan rekreasi alam yang bertanggung jawab dan beretika. Masyarakat lokal dan pemerintah dapat menyusun suatu peraturan, berdasarkan nilai yang dianut dalam agama tertentu tentang hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam kawasan ekowisata tertentu.
Sementara itu, kuda laut dan dua manusia penyelam yang sedang melakukan observasi di kedalaman laut itu hanya dua komponen dari serentetan peristiwa yang terjadi di alam. Setelah kedua pasang mata penyelam itu selesai melaksanakan kewajiban mereka karena sudah menemukan dan mendapatkan apa yang mereka cari berupa foto kuda laut jantan ketika sedang menari-nari dengan kuda laut betina, deskripsi habitat kuda laut, deskripsi tentang perilaku detail kuda laut ketika sedang bereproduksi, dan jenis kuda laut yang mereka temui saat itu, mereka berdua kembali naik ke permukaan laut. Kedua pemanggul tabung oksigen itu tidak berani untuk menyentuh ataupun mengganggu kuda laut yang sedang khusyuk melaksanakan aktivitas di habitatnya. Mereka paham bahwa kuda laut atau apapun makhluk hidup di alam semesta ini, juga memiliki tingkat stress yang dapat diketahui dari perubahan perilaku yang tidak biasa dibandingkan dengan perilaku biasanya. Ketika kuda laut disentuh atau bahkan mengetahui keberadaan makhluk lain di sekitarnya, kuda laut akan “berfikir” bagaimana menyelamatkan diri dari tempat tersebut. Fakta ini membuat saya ingin belajar ilmu psikologi makhluk hidup agar saya bisa memanusiakan makhluk hidup ciptaan Tuhan yang lain dan menghargai mereka sebagai ciptaan Tuhan yang tidak sia-sia karena memiliki peran penting di bumi.


Referensi
Anonim, 2012. Eksotika Surga Laut Wakatobi. https://negerikupermai.wordpress.com/2012/03/01/eksotika-surga-laut-Wakatobi/. 21 November 2015
Brown D, 2006. Deception Point versi Terjemahan Bahasa Indonesia. PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta.
Kiper T, 2013. Chapter 31 : Role of Ecotourism in Sustainable Development  in Advances in Landscape Architecture pg 773-802. http://dx.doi.org/10.5772/55749. 18 November 2015
Nirwandar S, tanpa tahun. Ecotourism in Indonesia. https://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/4488Nirvandar.pdf.  18 November 2015
Schwencke AM, 2012. Globalized Eco-Islam : A Survey of Global Islamic Environmentalism. Leiden Institute for Religious Studies (LIRS), Leiden University. Netherland
Sunoto, 2013. Menuju Pembangunan Berkelanjutan dan Perikanan Berkelanjutan dengan Konsep Blue Economy. http://pasca.ugm.ac.id/download/BE-UGM.pdf. 21 November 2015
Undang-Undang No 5 tahun 1990 pasal 1 butir 14 tentang Definisi Taman Nasional melalui situs dephut.go.id
Wishitemi BEL, Momanyi SO, Ombat BG, Okello MM, 2015. The link between poverty, environment and ecotourism development in areas adjacent to Maasai Mara and Amboseli protected areas, Kenya.  Tourism Management Perspectives 16 : 306–31

Surat Kecil dari Sang Ahli Ekonomi Islam



Definisi Ekonomi Islam
Umer Chapra (2000) mendefinisikan ekonomi Islam sebagai sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam definisi ekonomi Islam menurut Umer Chapra tersebut. Beberapa aspek tersebut adalah meliputi pengetahuan, islami, kesinambungan dan keseimbangan. Sebagai sebuah pengetahuan, definisi Umer Chapra tersebut dapat dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan yang diharapkan dalam ekonomi Islam tersebut adalah untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan yang dimaksud di sini adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Pencapaian kebahagiaan ini dapat direalisasikan dengan melandaskan seluruh aspek kehidupan berdasar prinsip islam, yang berdasar Al Qur’an dan Al Hadist, termasuk konsep dari ekonomi Islam itu sendiri. Selanjutnya, kesinambungan dan keseimbangan merupakan aspek yang dapat dipahami sebagai proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan bahagia sesuai yang terdapat dalam konsep ekonomi Islam itu sendiri. Definisi ini memberikan pemahaman bahwa pegangan hidup masyarakat Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadist harus dijadikan dasar dalam mengkaji dan memahami, serta merealisasikan atau mempraktikkan ekonomi Islam tersebut agar dapat menyatu dalam nafas masyarakat yang memiliki identitas Islam dan tercapai keseimbangan berbagai aspek untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Potensi Ekonomi Islam
Kegiatan ekonomi membutuhkan pendukung berupa sumber daya berupa sumber daya pelaku ekonomi dan sumber daya alam. Sumber daya pelaku ekonomi terdiri dari komponen manusia sebagai penggerak segala hal yang berhubungan dengan ekonomi, khususnya ekonomi Islam. Khusus di negara Indonesia, sumber daya manusia yang dapat berperan dalam perkembangan ekonomi Islam meliputi kalangan cendekiawan atau ilmuwan. Indonesia memiliki potensi pengembangan ekonomi Islam karena memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, dengan jumlah penduduk total pada tahun 2010 sebanyak kurang lebih 236,7 juta jiwa. Akan tetapi, masih sedikit jumlah akademisi yang berkecimpung di bidang tersebut, ditambah pula dengan jurusan di universitas-universitas yang masih sedikit pula yang konsisten membuka jalur tersebut. Selain hal tersebut, penduduk Indonesia juga memiliki keunikan budaya yang tidak dimiliki bangsa lain seperti gotong royong, yang sebenarnya merupakan ekspresi dari nilai-nilai toleransi hubungan antar masyarakat yang tinggi dengan mengesampingkan aspek materialis. Faktor pengembangan pengetahuan ekonomi Islam di Indonesia yang kedua adalah sumber daya alam. Sumber daya alam yang dimiliki merupakan bahan atau materi sebagai alat yang dapat dipelajari untuk mencapai keseimbangan hubungan antara sumber daya manusia dan sumber daya alam, yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam. Sumber daya alam dapat dipahami sebagai lingkungan atau obyek yang jika keseimbangan hubungan antara manusia dan alam tercapai, maka dapat menjadi modal besar pengembangan ekonomi Islam di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang diberi julukan megabiodiversity di dunia karena memiliki keanekaragaman hayati tertinggi kedua setelah negara Brazil, Amerika Selatan. Berbagai sumber daya alam non hayati seperti barang-barang tambang juga dimiliki Indonesia sehingga memiliki modal yang besar dalam perkembangan sistem ekonomi yang berlandaskan Islam tersebut. Jika dihubungkan pada tujuan ditetapkannya syariah dalam Islam, yaitu untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan berdasar agama, nafsu, akal, keturunan, dan harta, maka ekonomi Islam harus dapat menjadi sarana yang mampu  mengantarkan tercapainya masyarakat Islam yang kaffah, yang mampu mengamalkan nilai-nilai Islam di setiap aspek kehidupan secara menyeluruh. Dalam konteks ini, konsep Tauhid harus tetap dipegang karena Allah merupakan tempat manusia dan makhluk lain di alam semesta bergantung dan kembali.
Jika dipahami sebagai sebuah pengetahuan bernafaskan nilai-nilai Islam, maka ekonomi Islam harus menjadi dasar pengembangan sistem ekonomi secara keseluruhan, yang dapat mengantarkan masyarakat baik masyarakat Islam maupun di luar Islam dalam suatu negara kearah kesejahteraan. Definisi kesejahteraan dalam Islam itu sendiri juga harus dipahami berdasarkan nilai-nilai Islam, yang merata dan bahagia berdasar nilai-nilai Islam, bukan dengan dasar nilai paham kelompok kapitalis ataupun sosialis. Sistem ekonomi Islam dapat dipahami sebagai produk dari pengetahuan ekonomi Islam itu sendiri. Produk pengetahuan ekonomi Islam ini diharapkan dapat mengantarkan masyarakat menuju masyarakat Islami, yang mendapatkan rahmat dan ridho Ilahi, baldatun thoyyibatun wa rabbun ghaffur.
Sementara itu, sebagai suatu sistem, sistem ekonomi Islam memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Alamsyah (2012) melaporkan bahwa potensi tersebut dikarenakan beberapa faktor. Kondisi Indonesia dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia merupakan salah satu faktor diantara beberapa faktor lain. Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun tersebut adalah sekitar 236,7 juta jiwa. Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi yang lain berupa prospek ekonomi yang cerah, yang dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (antara 6,0- hingga 6,5%). Potensi lain yang dimiliki Indonesia adalah peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang dapat meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik. Potensi lain yang dimiliki Indonesia adalah sumber daya alam yang dapat berperan sebagai faktor ekonomi produksi dalam transaksi syariah.
Pengetahuan ekonomi Islam sebenarnya merupakan pengetahuan yang telah ada sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW. Sebenarnya setiap manusia memiliki tugas dan kewajiban untuk mau memahami dan mengkaji prinsip dari ekonomi Islam itu sendiri karena semua akan berpengaruh kepada kehidupan individu manusia itu sendiri. Hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan pengadilan Allah SWT kelak di akhirat. Dan manusia cukup meyakini bahwa semua ketentuan Allah yang terdapat dalam Qur’an dan Sunnah merupakan pedoman hidup manusia terbaik untuk kehidupan sekarang dan nanti setelah mati. Semoga Allah menyayangi kita. Aamiin.

Daftar Pustaka
Alamsyah, H. 2012. Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia : Tantangan dalam Menyongsong MEA 2015. www.bi.go.id. Diakses tanggal 17 November 2014
Chapra, MU. 2000. The Future of Economics : An Islamic Perspective. Edisi terjemahan. Jakarta:SEBI
www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik : Jumlah Penduduk Indonesia menurut Provinsi. Diakses tanggal 15 November 2014

Coretan tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Media Massa

Media, menurut Soraya (2008) adalah sarana transformasi pesan kepada khalayak. Pesan yang dapat disampaikan melalui media bisa beraneka ragam. Penyampaian pesan tersebut merupakan salah satu peran media massa dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Media massa terdiri dari media cetak dan elektronik, yang masing-masing berperan dalam penyebaran informasi tertentu dalam masyarakat.
Media massa atau pers memegang peran penting dalam demokrasi. Salah satu proses yang menjamin keberlangsungan sistem demokrasi di suatu negara adalah pemilihan umum untuk menentukan posisi wakil rakyat yang menentukan nasib rakyat dalam kurun waktu tertentu. Pemilihan umum dalam demokrasi adalah suatu hal yang tidak mungkin tanpa keterlibatan media[1]. Pers, menurut UU No. 40 tahun 1999 didefinisikan sebagai,
“Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan Jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”

Turow (2009) mendefiniskan media massa atau pers sebagai instrumen teknologi komunikasi massa. Komunikasi massa yang baik harus didukung dengan peraturan-peraturan tertentu agar tidak terjadi ketimpangan komunikasi antar beberapa pihak yang berkepentingan. Beberapa pedoman agar keberlangsungan komunikasi massa berjalan baik dalam suatu negara, yang telah ada adalah Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik yang sudah disepakati oleh pihak-pihak tertentu. Undang-Undang Pers yang dimaksud adalah UU No. 40 tahun 1999 (Dhanurseto, 2009; Harymurti, 2014), sedangkan Kode Etik Jurnalistik merupakan prinsip etika jurnalis yang menjadi dasar para jurnalis dalam menjalankan profesionalitasnya dalam dunia Jurnalistik (Harymurti, 2014).
Dhanurseto (2009) menuliskan bahwa konsep UU No.40 tahun 1999 tentang Pers mengubah komunikasi massa melalui komunikasi politik. Komunikasi politik sebelum pemberlakuan UU Pers ini masih terpengaruh dengan rezim orde baru. Setelah UU Pers ini dikumandangkan, sistem komunikasi politik diharapkan akan dapat berlangsung lebih seimbang antara pemerintah dengan pers, pemerintah dengan kelompok dalam masyarakat, dan antar berbagai komponen masyarakat dengan media sebagai jembatannya. Sementara itu, Kode Etik Jurnalistik yang merupakan prinsip etika profesi jurnalis (Harymurti, 2014) mengedepankan profesionalitas jurnalis dengan berbagai etika yang harus ditaati.
Sesuai dengan prinsip etika seorang jurnalis, seorang pelaku kegiatan jurnalistik yang biasa disebut sebagai wartawan harus memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik seperti yang tersurat dalam UU Pers No. 40 tahun 1999. Lebih jauh lagi Harymurti (2014) menjelaskan bahwa beberapa prinsip etika yang dimaksud dalam Kode Etik Jurnalistik adalah jujur, akurat, obyektif, berpihak pada kepentingan umum, akuntabel, dan meminimalkan kerusakan. Kode etik tersebut harus dilaksanakan dan ditaati dengan sebenar-benarnya karena merupakan harga diri seorang wartawan di hadapan publik.
Sementara itu, apabila dilihat dari proses demokrasi melalui pemilihan umum nasional yang telah berlangsung tahun 2014 lalu, ada beberapa catatan yang direkap oleh beberapa pihak terkait pelaksanaan pemilu. Catatan-catatan tersebut merupakan catatan yang berhubungan dengan kebersinggungan peran media massa dan beberapa pihak tertentu yang berkompetisi dalam pemilihan umum. Kebersinggungan peran antara media massa dan kepentingan golongan atau individu ini tentu mengurai rapor hitam keberlangsungan pemilu 2014.
Ardipandanto (2014), seorang peneliti bidang politik dalam negeri Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Setjen DPR RI melakukan analisis tentang konglomerasi media massa oleh kandidat peserta pemilihan umum yang menjadi penguasa perusahaan penyiaran besar di Indonesia. Hal ini ditakutkan, perusahaan penyiaran tersebut menjadi kendaraan bagi kandidat pemilu sehingga perusahaan pers itu sendiri menjadi tidak independen dan tidak mendasarkan isi dan aktivitas penyiarannya pada kepentingan umum. Kondisi ini berpotensi menjadikan proses demokrasi melalui pemilihan umum menjadi tidak berimbang dan tidak adil. Obyektivitas, independensi, keberimbangan, keberpihakan pada kepentingan umum sebagai bagian dari Kode Etik Jurnalistik berpotensi tidak ditaati jika media massa tersebut memang digunakan sebagai kendaraan politik seorang atau beberapa kandidat pemilihan umum.
Selain itu, Prasetya (2014) menuliskan bahwa pemilik media massa memiliki kemampuan untuk bisa bersaing di kancah perpolitikan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena perusahaan media massa yang dimilikinya dapat dijadikan sebagai kendaraan politik. Perusahaan media yang dimilikinya dapat dijadikan sebagai tempat untuk melakukan promosi besar-besaran terhadap kandidat tertentu yang akan maju di panggung politik. Promosi yang dimaksud adalah promosi yang tersurat maupun promosi yang tersirat, yang mendeskripsikan kandidat tertentu.
Pengalaman dalam pemilihan umum nasional tahun 2014 lalu memberikan pelajaran bahwa peran media massa harus dikembalikan sesuai dengan Undang-Undang yang mengaturnya. Media massa dalam bentuk perusahaan media massa atau perusahaan pers bertanggung jawab terhadap opini yang berkembang di masyarakat. Sebagai komponen dari perusahaan pers, jurnalis memegang peranan penting dalam pengembalian peran tersebut. Meskipun demikian, pemilik perusahaan pers juga harus mendasarkan seluruh aktivitas pers pada Undang-Undang yang berlaku, karena mengandung sistem nilai dan etika sebagai pedoman demi tewujudnya masyarakat yang adil dan cerdas. Sebagai manusia yang memiliki akal dan rasa, serta berbudaya, sudah selayaknya seorang pemilik perusahaan pers memiliki tanggung jawab besar dalam menentukan jenis masyarakat apa yang timbul akibat kegiatan pers yang diselenggarakannya.
Apabila berkaca dari pelaksanaan pemilihan umum nasional tahun 2014 tersebut di atas, peran media massa dalam pemilihan umum kepala daerah tahun 2015 tidak jauh berbeda dibandingkan dengan peran media massa dalam pemilihan umum nasional. Media massa berperan sebagai pendukung proses transparansi informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan kandidat yang maju dalam pilkada. Selain itu, media massa juga berperan sebagai panggung kampanye dan sebagai penyedia forum terbuka untuk debat publik. Ketiga peran tersebut mendukung peran media massa dalam mencerdaskan publik, karena melalui ketiga peran di atas, publik dapat menentukan pilihan tentang kandidat yang akan dijadikan idola. 
Sementara itu, lingkup pemilihan yang lebih sempit di pilkada menyebabkan hanya kandidat yang bermodal besar yang mampu menjadikan media massa nasional sebagai tempat berkampanye melalui iklan-iklan yang ditayangkan. Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 7 tahun 2015 memang memperbolehkan kegiatan kampanye melalui beberapa jenis media massa. Dalam hal ini, media massa harus bisa bersikap merdeka terhadap iklan yang masuk ke media tersebut, karena tetap harus mempertimbangkan asas independen dalam Kode Etik Jurnalistik yang mereka anut dan taati. Media massa, baik nasional maupun lokal harus bersikap adil dan bijaksana menyikapi permintaan salah satu kandidat untuk berkampanye melalui media massa. Untuk menghindari kecenderungan dan ketidakmerdekaan media massa berkaitan dengan fungsi kampanye (Levitsky & Way, 2010) dalam pilkada ini, media massa dapat memberikan ruang dengan porsi yang sama terhadap kandidat-kandidat yang sedang berkompetisi sehingga tidak ada pihak yang merasa diperlakukan secara tidak adil. Media massa sebaiknya memberikan batasan kepada kandidat-kandidat tertentu terhadap besaran biaya yang akan digunakan untuk iklan kandidat tertentu sehingga semua kandidat mendapatkan porsi yang sama. Lebih jauh lagi, jika batasan biaya untuk periklanan kandidat tersebut, terdapat kandidat yang masih berkeberatan karena kepemilikan biaya yang masih kurang, maka sebaiknya media massa mengambil jalan tengah dengan tidak menerima periklanan bagi semua kandidat yang sedang berlaga di pilkada untuk mengiklankan diri sehingga kepentingan semua pihak dapat diatasi dan tercapai keadilan bagi seluruh kandidat.
Selain peran promosi atau kampanye kandidat oleh media massa, peran lain yang dapat diselenggarakan oleh media massa, terutama media massa lokal adalah peran sebagai panggung untuk debat terbuka (Stremlau & Price, 2009). Debat terbuka merupakan cara yang dapat digunakan oleh publik untuk menilai sejauh mana kandidat yang sedang berlaga mengetahui dan memahami peran sebagai pemimpin daerah. Media massa dapat menjadi jembatan dengan menyediakan acara khusus untuk debat antar kandidat. Media massa harus bersikap tidak memihak salah satu pihak yang sedang berlaga karena itulah yang dianut sesuai Kode Etik Jurnalistik dan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Semua proses debat terbuka harus berjalan sealami mungkin, tanpa konspirasi di belakang layar, tanpa suap, tanpa nepotisme, dan tanpa dependensi terhadap salah satu pihak.
Peran lain media massa yang disoroti adalah peran sebagai wadah transparansi kandidat-kandidat (McFaul, 2005) yang sedang maju dalam pilkada . Media massa, terutama media massa lokal harus menjadi jembatan antara publik dan kandidat agar segala hal tentang kandidat dapat diketahui oleh masyarakat luas. Transparansi yang dimaksud adalah keterbukaan tentang segala hal terkait kandidat pilkada. Seluruh prestasi kandidat dan hal-hal yang berhubungan dengan kandidat diinformasikan kepada masyarakat luas agar publik bisa melakukan penilaian. Setelah proses pemungutan suara berlangsung, media dapat hadir dalam perhitungan suara untuk mencegah penipuan dalam pemilihan dan memberikan pemahaman bahwa kebebasan berbicara secara penuh dijamin. Media bebas untuk beraksi secara independen dengan sikap yang tidak memihak.
Seluruh bahasa yang digunakan oleh media massa, yang berhubungan dengan peran dalam pilkada harus santun, tidak provokatif, tidak kasar, dan selalu berpegang teguh pada norma-norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat setempat. Bahasa sebagai alat penyampai informasi antara kandidat dengan publik dan alat komunikasi, harus digunakan secara tepat dan berimbang, dan sebisa mungkin tanpa tendensi, karena salah satu prinsip etika yang dianut dalam profesi jurnalis adalah meminimalisir kerusakan. Bahasa yang beretika dapat dijadikan sebagai sarana untuk meminimalisir kerusakan besar yang mungkin terjadi dalam pilkada itu sendiri.
Seluruh peran media massa, yang dihubungkan dengan norma-norma dan etika melakukan kegiatan Jurnalistik ini dapat mengembalikan peran media massa yang sesuai dengan konsep awal pendiriannya. Bagaimanapun, media massa memegang peranan penting dalam kegiatan berbudaya masyarakat. Masyarakat yang adil adalah tujuan didirikan bangsa ini, sesuai dengan yang tertera dalam pokok pikiran Pembukaan UUD 1945. Masyarakat yang adil dalam negara demokrasi dapat diwujudkan melalui sistem pemilihan umum yang adil. Sebuah pemilihan umum yang bebas dan adil tidak hanya tentang kebebasan untuk memilih dan pengetahuan tentang bagaimana penghitungan suara berlangsung, tetapi juga tentang proses partisipasi para pemilih yang diikutsertakan dalam debat publik dan kepemilikan informasi yang cukup tentang partai, kebijakan-kebijakan, kandidat-kandidat dan proses pemilihan umum itu sendiri.



[1] Media and Parliamentary Elections in Egypt: Evaluation of Media Performance in the Parliamentary Elections” Human Rights Movement Issues 26, (Cairo, Egypt: Cairo Institute for Human Rights Studies, 2011): 27