Dia sedang bergerak-gerak melewati
hijauan ganggang di sekitarnya. Sambil melihat-lihat obyek di sekelilingnya,
dia menyusuri dan menyatu dalam air laut yang dingin. Dia akan bertemu dengan
si betina, untuk bersama-sama, menari-nari kemudian melahirkan agar spesiesnya
di kedalaman laut itu tetap ada. Tarian yang sensual, begitulah sang penulis
novel legendaris Dan Brown, menyebutnya dalam Deception Point. Sampai saat ini, kuda laut dinobatkan sebagai
salah satu hewan laut yang berkembang biak dengan ritual khusus, selain
ubur-ubur dan ikan buntal. Dia setia. Beberapa teman selautnya mungkin ada yang
tidak sesetia dia. Buku ilmu pengetahuan berkata, dia memiliki kecenderungan
monogami, sebuah pola perkawinan dengan satu pasangan betina saja. Sebuah
pengetahuan tentang kecenderungan, untuk mengurangi ketidakpastian dalam
tatanan alam yang teratur, sistematis dan sangat kompleks.
Berposisi sekitar 2 (dua) meter dari si jantan yang sedang menuju si
betina, dua pasang mata mengamatinya dengan daya akomodasi yang tinggi. Pupil
mereka membesar. Pemilik dua pasang mata itu menggunakan baju dengan kaki yang
tampak seperti kaki katak. Punggung mereka menggendong sesuatu. Sesuatu yang
berbentuk tabung. Mulut mereka ditutupi dengan alat yang terhubung dengan
tabung di punggung, sementara ada gelembung air yang keluar dari saluran di
sisi yang lain. Mereka juga menggunakan kaca mata yang berukuran lebih besar
dibandingkan dengan kaca mata untuk membantu menemukan titik fokus bagi
penderita miopi ataupun hipermetropi, agar paparan air laut tidak terlalu menyakiti
mata. Dua orang pemikul tabung itu sedang melakukan observasi tentang perilaku
hewan laut di kedalaman laut, di tempat yang disebut sebagai Wakatobi, salah satu bagian provinsi Sulawesi
Tenggara. Mata mereka jeli mengamati perilaku berbiak, mencari makan maupun
perilaku si kuda laut ketika ada biota laut yang lain.
Kuda laut, adalah hewan dari genus Hippocampus yang cantik, yang tidak bisa
ditemui di atas tanah tempat manusia tinggal, kecuali ada penjahat kehewanan
yang dengan tega, usil dan tanpa rasa bersalah menyentuh, mengangkat, membawa,
dan memindahkannya dari laut ke darat. Apalagi, jenis kuda laut moncong babi
atau biasa disebut pigmy sea horse
yang dilihat oleh kedua penyelam itu hanya ada di perairan ini, dengan ukuran
kerdil karena hanya 2,4 cm dan agak sulit ditemui karena terletak di kedalaman
27 m. Kuda laut mini yang ditemui tersebut bernama Cavalluccio marino. Genus Cavalluccio
yang merupakan sebutan lain bagi Hippocampus.
Perairan Wakatobi merupakan satu titik
di peta kepulauan Indonesia, di sebelah timur Pulau Buton, dan bertetangga pula
dengan Pulau Muna, Pulau Kabaena dan Pulau Wowoni dalam wilayah administrasi
Provinsi Sulawesi Tenggara. Perairan Wakatobi didaulat sebagai taman nasional
pada tahun 1996, yang memiliki potensi sumber daya alam laut tinggi karena
jenis dan keunikan biota laut yang ada, serta panorama alam bawah laut yang
dapat memanjakan mata. Taman nasional bahari merupakan taman surga bawah air
yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan pelestarian alam dengan
ekosistem yang asli, dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, budidaya, pariwisata maupun rekreasi.
Pengukuhan perairan Wakatobi sebagai
taman nasional bahari menambah daftar taman surga di Indonesia sebagai rujukan
yang dapat digunakan oleh beberapa pihak terkait agar memiliki nilai kemanfaatan
yang semakin besar. Nilai kemanfaatan tersebut dapat dilihat dari beberapa
aspek. Selain sebagai obyek yang dapat dipandang sebagai tempat dengan panorama
alam yang tidak ada duanya di dunia, nilai manfaat Taman Nasional Wakatobi juga
dapat dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan spiritual. Tidak hanya di Taman Nasional
Wakatobi saja, namun di semua taman nasional bahari yang ada di Indonesia.
Beberapa aspek penting kehidupan manusia tersebut saling berhubungan satu sama
lain, dan bisa saling mempengaruhi kehidupan manusia dalam mencapai
keseimbangan hidup.
Keseimbangan alam, kearifan lokal yang
beretika, kemanfaatan sumber alam, kesejahteraan sosial ekonomi, dan hubungan
baik antar manusia dan manusia dengan alam, serta manusia dengan Tuhan dapat
dicapai melalui aktivitas ekowisata karena mengandung implementasi nilai
sosial, ekonomi, budaya dan spiritual. Berdasarkan definisi taman nasional di
atas, salah satu kegunaan taman nasional adalah untuk kegiatan pariwisata.
Ekowisata, didefinisikan sebagai aktivitas pariwisata yang bertanggung jawab
dalam area tertentu yang mengedepankan dan mempertimbangkan peran alam. Ekowisata
juga dikelompokkan sebagai komponen dari ranah pariwisata yang berkelanjutan. Negara
berkembang khususnya Indonesia ikut mengelompokkan jenis wisata alternatif ini
kedalam strategi konservasi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Ekowisata berpotensi menjadi metode yang
efektif untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Jenis wisata ini
menitikberatkan pada pengalaman dan pembelajaran tentang alam, bentang alam,
flora, fauna, dan habitat makhluk hidup, maupun budaya masyarakat lokal. Hubungan
simbiosis yang kompleks antara lingkungan dan aktivitas wisata merupakan suatu
hal yang mungkin ketika filosofi ini dapat diterjemahkan ke dalam kebijakan
yang tepat, perencanaan yang matang dan praktik yang bijaksana. Beberapa pihak
terkait seperti masyarakat lokal, pemerintah lokal, industri, lembaga bukan
pemerintah, dan universitas harus bekerja sama secara terintegrasi dan sinergis
untuk mendukung tercapainya tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan sosial menurut Imam
Ghazali mengandung pengertian tidak hanya berkaitan dengan masalah yang
berhubungan dengan kebutuhan fisik dan ekonomi saja, namun juga berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan spiritual. Beberapa aspek yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan sosial meliputi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Sementara
definisi kesejahteraan yang digaungkan oleh para kapitalis di negeri ini, hanya
mendasarkan pada kebutuhan tentang harta saja, dengan mengesampingkan kebutuhan
penting yang lain.
Sebagai kawasan yang dijadikan model Destination Management Organization
(DMO) oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Indonesia sejak tahun
2010, Taman Nasional Wakatobi dan 13 (tiga belas) obyek wisata yang lain di
Indonesia menjadi modal dasar peningkatan kesejahteraan manusia melalui
aktivitas ekowisata. Aspek lingkungan seperti ekonomi, sosial dan ekologi harus
berjalan berkesinambungan agar tercapai kesejahteraan yang merata bagi seluruh
penduduk bumi, tidak hanya manusia namun juga makhluk lain di bumi.
Kesejahteraan yang berdasarkan pemenuhan kebutuhan jiwa, harta, akal, keturunan
dan agama akan tercapai jika manusia sebagai pemimpin makhluk-makhluk lain di
bumi sekaligus sebagai hamba Sang Pencipta menyadari perannya dalam mencapai
tujuan yang diharapkan tersebut. Tentu, hal ini bukanlah pekerjaan dan tugas
yang mudah bagi manusia karena manusia itu sendiri juga merupakan makhluk yang
dikaruniai nafsu oleh Tuhan.
Nilai tambah ekonomi dapat diperoleh
dalam aktivitas ekowisata tersebut. Ekonomi biru dapat menjadi rujukan sebagai
konsep ekonomi dalam ekowisata yang berkesinambungan karena didasari pemahaman
bahwa langit dan laut harus tetap biru meskipun pertumbuhan ekonomi, pendapatan
masyarakat dan kesejahteraan ekonomi meningkat. Konsep “Blue Economy” pertama kali diperkenalkan oleh Gunter Pauli pada
tahun 2010 melalui buku yang berjudul “The
Blue Economy”. Konsep ini menggunakan logika belajar ekosistem, yang
merupakan bagian dari pembelajaran tentang bagaimana cara alam bekerja. Cara
bekerja yang dapat dipelajari dari alam yang dimaksud adalah bekerja dengan
efisiensi yang tinggi. Cara kerja logika ekosistem adalah dengan memanfaatkan
perpindahan energi dari satu komponen makhluk hidup dan tak hidup menjadi
sumber energi bagi makhluk lain. Logika ekosistem seperti ini akan meningkatkan
inovasi dan kreativitas karena ekosistem akan selalu bekerja menuju tingkat
efisiensi yang tinggi untuk mengalirkan energi tanpa limbah guna memenuhi
kebutuhan dasar bagi semua kontributor dalam suatu sistem.
Sebagai bagian dari ekosistem dalam ilmu
ekologi, manusia menempati posisi tertinggi dalam rantai makanan. Manusia
didaulat sebagai pemimpin tertinggi sebagai bagian dari alam semesta karena
akal yang dikaruniakan kepadanya dari Tuhan yang tidak dimiliki oleh makhluk
hidup lain. Selain itu, dalam posisi sebagai makhluk yang diciptakan oleh
Tuhan, manusia adalah hamba yang harus selalu tunduk kepada Tuhan Yang Maha
Memiliki seluruh kehidupan di alam semesta. Ketiga peran manusia dalam satu
dimensi waktu tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pemahaman dan
pelaksanaan peran-peran manusia yang bertanggung jawab dalam tiga posisi
tersebut dapat membawa kehidupan alam semesta menuju keseimbangan dan
keharmonisan hidup.
Taman nasional bahari merupakan salah
satu jenis ekosistem alami, dengan segala komponen, keindahan dan kemanfaatan
yang dimiliki. Jika ada yang menyebut ekosistem alami, maka kita akan
mendefinisikan frase tersebut sebagai bagian dari ciptaan Tuhan, yang
manusiapun tidak dapat menciptakannya. Ekosistem alami dibuat dan diciptakan
oleh Tuhan. Manusia tidak bisa ikut campur tangan dalam penciptaan oleh Tuhan
tersebut karena manusia juga merupakan salah satu penciptaan. Ekosistem itu
sendiri, dimaknai sebagai interaksi yang terjadi antara komponen biotik dengan
komponen abiotik di lingkungan tertentu. Sesuai dengan bagaimana para
cendekiawan ilmu ekologi memberikan pemahaman tentang ekosistem, ada dua
komponen dalam ekosistem, yaitu komponen biotik dan abiotik. Segala makhluk
hidup yang membutuhkan berbagai nutrisi dan lingkungan yang mendukung untuk
hidup, dikelompokkan sebagai komponen biotik atau komponen hidup. Segala
makhluk yang tidak menunjukkan ciri-ciri hidup disebut sebagai komponen
abiotik, yang juga berperan penting dalam mendukung kehidupan komponen biotik.
Hal tersebut adalah alasan mengapa kedua komponen itu harus saling
berinteraksi. Ada daur atau siklus yang melibatkan kedua komponen tersebut agar
keseimbangan alam tetap terjaga. Sebagai contoh adalah berbagai daur atau
siklus biogeokimia yang harus memiliki gambaran dengan urutan proses yang
berkesinambungan.
Apabila ditinjau dari kemanfaatan
eksistensi obyek ekowisata bahari dari segi sosial dan budaya, keberadaan obyek
ekowisata ini dapat mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat lokal karena usaha
penyediaan berbagai fasilitas wisata dari masyarakat lokal sehingga mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat. Budaya masyarakat asli yang berbentuk
kearifan lokal juga menjadi modal keunikan wilayah ekowisata yang tidak sama dan
khas dibandingkan dengan wilayah lain. Pengakuan dan eksistensi budaya lokal
yang tetap dimasukkan dalam ranah ekowisata daerah tertentu akan semakin
meningkatkan kreativitas masyarakat lokal sehingga peran karunia Tuhan berupa
akal dapat dimaksimalkan.
Sebagai konsep yang mengedepankan
tanggung jawab, kearifan, dan etika berkealaman, ekowisata merupakan
implementasi metode yang dapat menciptakan keseimbangan hubungan antar manusia
dan antara manusia dengan alam, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan
ekonomi masyarakat dalam bentuk harta atau kekayaan bagi para penduduk lokal,
dan kepuasan serta ketenangan batin atau jiwa bagi para pengunjung daerah
ekowisata. Hubungan horizontal yang baik antar makhluk hidup yang menjadi
akibat dari kegiatan ekowisata ini masih belum memenuhi persyaratan agar
kesejahteraan sosial yang berdasarkan pada 5 (lima) aspek terwujud.
Aspek yang menyangkut pemenuhan
kebutuhan berupa harta, akal, jiwa, dan keturunan dapat didukung dengan adanya
kegiatan ekowisata tersebut. Akan tetapi, aspek spiritual atau agama belum
tentu bisa dipenuhi dari kegiatan tersebut. Maka dari itu, hubungan vertikal
antara manusia dengan Tuhan harus diimplementasikan dengan baik agar manusia
tidak melupakan kodrat sebagai hamba ciptaan Tuhan. Implementasi hal tersebut
dapat dilakukan melalui modifikasi berbagai aktivitas yang mendukung
peningkatan nilai spiritual bagi masyarakat lokal maupun para pengunjung obyek
ekowisata. Hal ini dikarenakan aspek spiritual merupakan sarana yang dapat
digunakan oleh manusia untuk dapat dekat dengan Tuhan Yang Maha Menciptakan
seluruh alam semesta sehingga diharapkan tercapai harmonisasi hubungan antara
manusia dengan manusia, dengan makhluk hidup lain di alam, dan makhluk tak
hidup sebagai komponen abiotik tak terpisahkan dalam ekosistem, serta dengan
Tuhan Yang Maha Esa pencipta seluruh alam semesta.
Seluruh kebutuhan pengunjung ke area
ekowisata berupa penginapan, makan, dan panduan perjalanan dapat menjadi sumber
peningkatan pendapatan masyarakat lokal sehingga mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat berupa harta. Selain itu, pelayanan yang baik, yang diberikan oleh
masyarakat lokal terhadap pengunjung akan dapat meningkatkan kepuasan
pengunjung, dan juga bagi masyarakat lokal pemberi pelayanan. Pengunjung merasa
puas karena segala kebutuhan fisik ketika berkunjung dapat dipenuhi, sedangkan
masyarakat lokal akan puas karena mampu bermanfaat bagi orang lain. Hal ini
mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan kejiwaan.
Sedangkan pemenuhan kebutuhan yang berhubungan dengan akal dapat dilihat dari
pengakuan budaya lokal yang tetap dipegang teguh dalam aktivitas ekowisata
tersebut. Pengakuan budaya lokal tersebut merupakan suatu bentuk penghargaan
terhadap kearifan lokal masyarakat di suatu daerah obyek ekowisata sehingga hasil
cipta, rasa dan karsa masyarakat tersebut dapat menambah kekayaan budaya yang
bersifat non fisik. Hal ini dapat mendorong kreativitas dan inovasi masyarakat
lokal sehingga akal manusia, dalam hal ini masyarakat akan terus berkembang
secara berkesinambungan. Ketika ketiga kebutuhan tersebut dipenuhi, maka
keturunan diperlukan agar segala warisan budaya yang bersifat non fisik dalam
area ekowisata tersebut dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Kepemilikan
terhadap keturunan akan secara otomatis terpenuhi karena ditinjau dari naluri
manusia, manusia akan mampu memiliki keturunan jika telah mencapai usia biologis
yang matang.
Aspek spiritual atau agama dalam
pembangunan yang berkelanjutan melalui aktivitas ekowisata di Indonesia dapat
dilihat dan digunakan sebagai batasan yang menentukan sejauh mana pemenuhan
keempat kebutuhan dasar manusia (harta, akal, jiwa, dan keturunan) tersebut diwujudkan.
Aspek ini dapat diwujudkan dengan menggunakan kaidah-kaidah agama sebagai
regulator dalam melakukan aktivitas ekowisata. Pemerintah pusat dan lokal dapat
berperan mendidik masyarakat lokal agar agama selalu dijadikan pedoman dalam
bertindak, entah agama apapun yang dimiliki oleh masyarakat lokal, dengan
memperhatikan nilai toleransi antar umat beragama jika terdapat perbedaan
keyakinan dalam suatu area ekowisata. Pemerintah baik pemerintah, organisasi
non pemerintah dan masyarakat lokal dapat mennjadi subyek yang menentukan harus
sejauh mana aktivitas ekowisata di suatu area ekowisata tersebut dilakukan, dan
menggunakan dasar atau pedoman dalam agama yang dianut oleh masing-masing
komunitas. Pemerintah dan beberapa pihak terkait dapat mendirikan beberapa
jenis tempat ibadah untuk pengunjung dengan agama tertentu, sehingga pemenuhan
kebutuhan spiritual pengunjung juga tetap terpenuhi meski sedang melakukan
kegiatan ekowisata, yang notabene merupakan rekreasi alam yang bertanggung
jawab dan beretika. Masyarakat lokal dan pemerintah dapat menyusun suatu
peraturan, berdasarkan nilai yang dianut dalam agama tertentu tentang hal yang
boleh dan tidak boleh dilakukan dalam kawasan ekowisata tertentu.
Sementara itu, kuda laut dan dua manusia
penyelam yang sedang melakukan observasi di kedalaman laut itu hanya dua komponen
dari serentetan peristiwa yang terjadi di alam. Setelah kedua pasang mata
penyelam itu selesai melaksanakan kewajiban mereka karena sudah menemukan dan mendapatkan
apa yang mereka cari berupa foto kuda laut jantan ketika sedang menari-nari
dengan kuda laut betina, deskripsi habitat kuda laut, deskripsi tentang
perilaku detail kuda laut ketika sedang bereproduksi, dan jenis kuda laut yang
mereka temui saat itu, mereka berdua kembali naik ke permukaan laut. Kedua
pemanggul tabung oksigen itu tidak berani untuk menyentuh ataupun mengganggu
kuda laut yang sedang khusyuk melaksanakan aktivitas di habitatnya. Mereka
paham bahwa kuda laut atau apapun makhluk hidup di alam semesta ini, juga
memiliki tingkat stress yang dapat diketahui dari perubahan perilaku yang tidak
biasa dibandingkan dengan perilaku biasanya. Ketika kuda laut disentuh atau
bahkan mengetahui keberadaan makhluk lain di sekitarnya, kuda laut akan
“berfikir” bagaimana menyelamatkan diri dari tempat tersebut. Fakta ini membuat
saya ingin belajar ilmu psikologi makhluk hidup agar saya bisa memanusiakan
makhluk hidup ciptaan Tuhan yang lain dan menghargai mereka sebagai ciptaan
Tuhan yang tidak sia-sia karena memiliki peran penting di bumi.
Referensi
Anonim, 2012.
Eksotika Surga Laut Wakatobi. https://negerikupermai.wordpress.com/2012/03/01/eksotika-surga-laut-Wakatobi/. 21 November
2015
Brown D, 2006. Deception Point versi Terjemahan Bahasa
Indonesia. PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta.
Kiper T, 2013. Chapter 31 : Role of Ecotourism in
Sustainable Development in Advances in Landscape
Architecture pg 773-802. http://dx.doi.org/10.5772/55749. 18 November 2015
Nirwandar S,
tanpa tahun. Ecotourism in Indonesia. https://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/4488Nirvandar.pdf. 18 November 2015
Schwencke AM,
2012. Globalized Eco-Islam : A Survey of Global Islamic
Environmentalism. Leiden Institute for Religious Studies (LIRS), Leiden
University. Netherland
Sunoto, 2013.
Menuju Pembangunan Berkelanjutan dan Perikanan Berkelanjutan dengan Konsep Blue Economy. http://pasca.ugm.ac.id/download/BE-UGM.pdf. 21 November
2015
Undang-Undang No
5 tahun 1990 pasal 1 butir 14 tentang Definisi Taman Nasional melalui situs dephut.go.id
Wishitemi BEL,
Momanyi SO, Ombat BG, Okello MM, 2015. The link between poverty, environment
and ecotourism development in areas adjacent to Maasai Mara and Amboseli
protected areas, Kenya. Tourism Management Perspectives 16 :
306–31