Rabu, 24 Februari 2016

Filologi Kajian Islam Kontemporer dalam Balutan Ayat-Ayat Cinta 2

Filologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, yang biasanya berasal dari zaman kuno[1]. Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan filologi sebagai ilmu tentang bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat di bahan-bahan tertulis. Maka, objek utama kajian ini adalah berupa teks atau naskah. Lubis (2001) menuliskan bahwa kajian filologi dalam Al Qur’an penting digunakan untuk memastikan kemurnian teks Al Qur’an itu sendiri. Perubahan-perubahan terhadap kandungan Al Qur’an berpotensi dapat dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang berusaha mengacaukan kitab suci Al Qur’an di setiap zaman. Urgensi lain dari kajian ini ada pada ilmu Hadits. Kajian filologi dalam ilmu Hadits digunakan untuk menjamin keabsahan teks atau matan suatu hadits, termasuk ilmu-ilmu Fiqh dan Aqidah, serta karya ulama terdahulu. Al Qur’an dan Hadits merupakan dua pedoman penting umat Islam dalam menjalankan kehidupan material maupun spiritual di dunia.
Zukra (2012) menuliskan bahwa cabang ilmu ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, terutama masyarakat Islam. Sebenarnya, pendekatan filologi dalam pengkajian Islam sudah dikenal cukup lama (Abdullah, 1996). Zukra (2012) menuliskan bahwa pada masa Khalifah Abu Bakar, nash Al Qur’an mulai dikumpulkan dalam satu mushaf. Ayat-ayat Al Qur’an yang sebelumnya tertulis pada tulang belulang, kulit pohon, batu, kulit binatang dan sebagainya dipindah dan disalin pada sebuah mushaf kemudian dijadikan satu. Pekerjaan tersebut dilakukan dengan teliti karena berkaitan dengan keaslian wahyu Ilahi.
Berkaitan dengan cabang ilmu tersebut, Kang Abik menggunakan pendekatan melalui karya sastra fiksi berupa novel untuk memperkenalkan dan mengkampanyekan cabang ilmu ini. Cara Kang Abik ini sangat efektif karena bisa menyasar berbagai kalangan masyarakat baik yang awam maupun yang sudah benar-benar paham tentang filologi. Masyarakat awam yang dimaksud adalah masyarakat yang tidak menyentuh bahasan filologi secara akademis, sedangkan masyarakat yang sudah familiar dengan filologi biasanya adalah masyarakat yang memang menjadikan filologi sebagai kajian yang selalu dipelajari secara akademis, di bangku universitas maupun di lembaga penelitian tertentu.
Filologi diperkenalkan oleh Kang Abik pada bagian awal sebagai ilmu yang didalami oleh Fahri ketika mengambil studi Ph.D di Jerman, di The University of Freiburg. Ilmu filologi yang dipelajari oleh Fahri hingga studi doktoral menjadi bekal Fahri melakukan penelitian dan pendidikan di bidang tersebut. Tokoh Fahri mewakili para filolog kajian Islam kontemporer, menyampaikan beberapa bahasan dalam ilmu ini melalui debat yang dimunculkan pada bagian tertentu novel ini. Kang Abik menyampaikan pemahaman tentang konsep “bangsa yang terpilih” dan “amalek”, serta konsep tentang agama cinta, agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Penjelasan Kang Abik tentang konsep “bangsa yang terpilih” dan “amalek” dipaparkan melalui debat Fahri di School of Divinity, The University of Edinburgh. Sedangkan penjelasan Kang Abik tentang konsep agama cinta disampaikan melalui lika-liku debat di Oxford Union.
Perdebatan tentang konsep “bangsa yang terpilih” dan “amalek” terjadi antara Fahri yang santun dengan tokoh Yahudi yang kolot dan radikal (Baruch dan Rabi Benyamin Bokser). Bahwa berdasarkan telaah teks-teks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, serta firman Allah QS Al Baqarah ayat 47, 122, dan 124, Bani Israel memang dipilih oleh Tuhan karena janji Tuhan kepada Abraham. Namun, jika diperhatikan lebih seksama dengan teks-teks lain yang berkaitan, keutamaan yang diberikan kepada keturunan Abraham (termasuk didalamnya adalah Bani Israel) ternyata tidak bersifat mutlak, namun bersifat bersyarat dan terbatas. Kemudian, Bani Israil akhirnya menjadi tidak beriman kepada Allah sehingga perjanjian tersebut tidak berlaku lagi. Bani Israil tidak selamanya menjadi bangsa yang diistimewakan Allah berdasar kajian sejarah. Berpuluh-puluh ribu Nabi dari kalangan Bani Israil yang disebut dalam Al Qur’an, yang tidak disebutkan dalam Al Qur’an, dan yang tidak disebut dalam kitab suci sebelum Al Qur’an, menjadi bukti keistimewaan Bani Israil. Namun, ketika mereka berpaling dari Allah, maka Bani Israil mendapatkan murka, laknat dan azab dari Allah, seperti yang tertera dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru (Ulangan 9:12, Ulangan 31:27, Bilangan 14:27, Matius 12:34, dan Yeremia 16:5). Beberapa peristiwa dan sifat-sifat buruk Bani Israil yang digambarkan dalam kitab suci tersebut merupakan bukti ketidaklayakan Bani Israil sebagai bangsa pilihan Tuhan. Selanjutnya, Kang Abik juga menjelaskan melalui tokoh Fahri bahwa perintah untuk memusnahkan “amalek” tidak boleh dimaknai dan ditafsirkan secara harfiah, namun sebagai seruan untuk menghilangkan perilaku jahat seperti “amalek” di dunia. Konsep “amalek” yang memandang bangsa lain di luar Yahudi harus dimusnahkan tidak bisa diterima dengan logika sehat karena perbuatan menganiaya dan membunuh bangsa di luar Yahudi bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan secara umum dan berlawanan dengan perintah Tuhan untuk menyayangi sesama manusia.
Berdasarkan kajian filologi tentang konsep agama Islam sebagai agama cinta yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, Kang Abik memberikan paparan hal tersebut melalui perdebatan dalam forum ilmiah oleh Fahri di Oxford Union dengan profesor pakar sejarah gereja sejarah diaspora bangsa Yahudi, Thomas dan Mona Bravmann (profesor pakar kajian timur), serta Alex Horten (profesor pakar sosiologi agama dari King’s College London). Dengan pembawaan yang tidak emosional, tokoh Fahri menjelaskan bahwa terdapat perbedaan konsep dasar agama-agama di dunia. Konsep yang dimaksud terkait dengan “penggambaran” dan nama Tuhan. Akan tetapi, juga terdapat persamaan dalam beberapa konsep hubungan antar manusia. Syair Ibn Arabi juga ikut menjadi bahasan tentang konsep agama cinta. Agama cinta yang Ibn Arabi maksud adalah agama Islam, yang dijelaskan dalam Dzakhair al-A’laq syarh Turjuman al-Asywaq dan Al Futuhat al-Makiyyah.

 “Hatiku menerima segala bentuk rupa, ia adalah padang rumput bagi rusa, biara bagi rahib, kuil berhala, ka’bah tempat orang thawaf, batu tulis untuk taurat, dan mushaf bagi Al Qur’an. Aku beragama dengan agama cinta, yang selalu kuikut langkah-langkahnya, itulah agamaku dan keimananku.”
Seorang muslim yang taat dan memahami ajaran Islam dengan benar, menghayati dengan sungguh-sungguh, dan mengamalkan secara konsekuen akan menjadi pribadi yang tulus penuh kasih sayang, kuat memegang ajaran agamanya dan toleran terhadap yang lain. Sebagai contoh adalah kisah Umar bin Khattab ketika mengadakan perjanjian dengan Uskup Sophronius di Yerusalem, kisah Imam Abdullah bin Mubarak al-Hanzhali al-Marwazi yang membantu tetangga yang beragama Yahudi, dan beberapa kejadian yang terjadi di Indonesia (toleransi Sunan Kudus dengan penyembelihan kerbau untuk menghormati umat Hindu yang menghormati sapi dan cerita tentang kewelas-asihan para ulama terhadap anak-anak PKI yang orang tua PKInya telah membunuh dan menganiaya para santri dan ulama). Sejarah juga telah mencatat bahwa jika sistem yang meniadakan agama dan Tuhan dianut oleh manusia, maka hal yang akan terjadi adalah hal mengerikan seperti tragedi kemanusiaan ketika Raja Namrud berkuasa. Dengan dasar atheis yang tidak mempercayai adanya Tuhan, hukum rimba digunakan oleh raja dzalim tersebut sehingga terjadi perbudakan dan pembunuhan. Begitu pula dengan paham-paham atheis-komunis lain seperti Lenin dan Stalin di Rusia, Mao-Zhedong di China, Pol Pot di Kamboja, dan paham komunis atheis lain di Eropa Timur, Amerika Latin, Afghanistan, dan berbagai negara Afrika. Sebaliknya, berbagai perang yang bermotif agama jika diteliti lebih lanjut, sebenarnya memiliki faktor yang bukan murni agama. Sebagai contoh adalah penyebab awal terjadinya peristiwa pembantaian orang-orang Yahudi di Jerman yang dilakukan oleh Nazi. Cikal bakal peristiwa tersebut adalah ajaran atheis yang dipropagandakan oleh ilmuwan dan aktivis atheis. Ajaran atheis yang dimaksud adalah teori evolusi Charles Darwin yang menjadi inspirasi Hitler untuk memusnahkan bangsa di luar ras Arya. Maka, berbagai akibat dari penerapan ajaran komunis atheis terdahulu tersebut hendaklah menjadi pengingat agar ajaran tersebut tidak diterapkan kembali sehingga tidak tercipta hukum rimba yang tidak memiliki tatanan dan menjadi sumber kerusakan. Apalagi di tengah tantangan zaman yang penuh dengan godaan untuk menjauhkan konsep ketuhanan dalam kehidupan manusia. Menilik hal tersebut, Francis Bacon menulis,
“Tahu sedikit filsafat cenderung membawa pikiran manusia kepada atheisme, namun pemahaman yang dalam tentang filsafat mengantarkan pikiran manusia berpikir tentang Allah.”
Kisah Fahri sebagai peneliti tamu yang kemudian menjadi dosen filologi dalam kajian Islam kontemporer meliuk-liuk, terutama ketika harus menghadapi mahasiswa dan sesama kolega yang hakikatnya merupakan tantangan dakwah Fahri sebagai seorang muslim di negara yang minoritas muslim. Selain itu, cerita lika-liku Fahri menjalankan bisnisnya yang sedang berkembang, yang terdiri dari butik, restoran, dan minimarket juga tidak kalah menarik. Berbagai strategi bisnis terbaik dilakukan untuk menjalankan usahanya yang juga bekerja sama dengan keluarga. Dasar bisnis yang digunakan Fahri selalu sesuai dengan tuntunan Islam demi mendapatkan keberkahan. Konflik dalam lingkup sekitar rumah tempat Fahri tinggal juga menarik untuk diikuti. Apalagi masa ketika Keira, seorang gadis tetangga Fahri yang angkuh dan benci dengan Islam kemudian dibantu oleh Fahri mewujudkan mimpinya, begitu pula dengan Jason (adiknya) dan nenek Catarina, serta Brenda.
Novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Kang Abik ini merupakan karya fiksi yang sudah laris di pasaran para pecinta buku novel fiksi. Novel cetakan ketujuh bulan Desember 2015 seharga Rp. 95.000,- ini terdiri dari 698 halaman utama ditambah 6 halaman awal pendahuluan yang memuat identitas novel. Penerbit Republika yang telah menjadi bagian dari kesuksesan novel-novel Kang Abik sebelumnya seperti Ayat-Ayat Cinta (2004), Pudarnya Pesona Cleopatra (2005), Ketika Cinta Bertasbih (2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007), Dalam Mihrab Cinta (2007), dan Api Tauhid (2014) ikut kembali menjadi bagian dalam penerbitan karya Kang Abik yang satu ini. Selain novel-novel yang diterbitkan oleh Republika tersebut, karya sastra fiksi lain yang tidak diterbitkan Republika dan dikarang oleh Kang Abik seperti Ketika Cinta Berbuah Surga, Bumi Cinta, dan Cinta Suci Zahrana juga ikut menjadi bukti eksistensi dan produktivitas Kang Abik di dunia kesusastraan Indonesia, disamping juga beberapa karya terjemahan yang sudah beliau tulis. Atas Izin Allah.
Ayat-Ayat Cinta 2 merupakan kelanjutan cerita kehidupan rumah tangga Fahri di salah satu sudut belahan dunia yang memiliki keberagaman ras dan agama. Bagian yang paling membuat penulis bertanya-tanya dan penasaran hingga akhir cerita adalah bagaimana nasib Aisha (istri Fahri) yang tidak jelas kabar beritanya sehingga menghilang tanpa jejak dalam kurun waktu tertentu ketika mengadakan perjalanan dengan temannya (Alicia) menuju Palestina. Alicia ditemukan telah menjadi mayat di pinggir daerah Hebron Israel dengan kondisi yang mengenaskan. Hal tersebut membuat Fahri mengalami gundah berkepanjangan meskipun berbagai usaha telah dilakukan oleh Fahri dan keluarga sebagai ikhtiar untuk menemukan Aisha. Meskipun Fahri kemudian memutuskan untuk menikah dengan Hulya (sepupu Aisha), namun Kang Abik sebagai pemilik cerita memiliki cara sendiri untuk tetap menghadirkan jiwa Aisha dalam novel tersebut. Hingga kemudian di akhir cerita, Kang Abik mengungkapkan identitas karakter Aisha yang sebenarnya melalui kematian Hulya.
Ada beberapa nama tokoh di Ayat-Ayat Cinta seri sebelumnya yang muncul kembali di novel Ayat-Ayat Cinta 2 selain Fahri sebagai tokoh utama dan Aisha. Juga, terdapat pula kemunculan karakter baru lain dalam berbagai lingkaran pergaulan Fahri. Adalah Syaikh Usman dan Eqbal Hakan Erbakan. Di seri sebelumnya, perkenalan Fahri dan Aisha dimoderatori oleh Syaikh Usman (guru Fahri). Paman Eqbal adalah paman Aisha yang ikut menjodohkan Fahri dengan Aisha di Ayat-Ayat Cinta seri sebelumnya. Beberapa nama lama lain seperti Misbah (teman serumah Fahri di Hadayek Helwan Kairo) dan Nurul Azkia (mahasiswi Al Azhar University Cairo yang pernah jatuh cinta kepada Fahri) ikut meramaikan lagi cerita fiksi ini. Nurul muncul lagi di Ayat-Ayat Cinta 2 meski hanya sedikit bagian dirinya yang diceritakan. Beberapa karakter tokoh baru lain di novel Ayat-Ayat Cinta 2 dapat dikelompokkan ke dalam beberapa lingkaran, yaitu di dalam rumah Fahri, di dalam keluarga besar Fahri dan Aisha, di sekitar rumah Fahri (tetangga Fahri), tempat usaha atau bisnis yang dimiliki Fahri, tempat Fahri beraktivitas di kampus dan di sekitar kampus, dan tempat Fahri menjalankan aktivitas dakwahnya di United Kingdom.
Secara keseluruhan, alur yang digunakan untuk penulisan novel ini adalah alur maju, dengan sedikit bagian atau bab cerita yang menggunakan alur mundur. Penggunaan alur maju dengan disertai beberapa bagian yang menggunakan alur mundur ini dapat meningkatkan rasa penasaran pembaca untuk mencari jawaban di setiap teka-teki cerita yang lihai dimunculkan namun kemudian berhasil disembunyikan oleh Kang Abik. Ramuan cerita Kang Abik dalam Ayat-Ayat Cinta 2 yang menggunakan alur cerita yang maju dan mundur ini membuat “masakan” yang dihasilkan sangat sedap. Kesedapan cerita yang muncul semakin menarik pembaca, lagi dan lagi mempertahankan rasa penasaran yang timbul ketika menyentuh dan berkonsentrasi membaca kata demi kata dan halaman demi halaman hingga akhir cerita. Bagian alur mundur yang mengejutkan terdapat di bagian akhir cerita, yang kemudian menceritakan secara jelas tentang peristiwa yang menimpa Aisha sehingga mengakibatkan identitas Aisha yang sebenarnya terkuak. Selain itu, dibumbui dengan pemahaman makna yang mendalam dan komprehensif tentang problematika umat Islam yang sedang terjadi saat ini, membuat novel ini semakin layak diacungi jempol.
Sebagai seorang manusia, ujian yang dialami Fahri merupakan ujian yang berasal dari orang-orang di sekitarnya terkait anggapan sebagian besar orang yang dihadapinya terhadap umat Islam. Karakter Fahri berhasil melewati ujian dengan bersabar dan kepemilikan fikiran yang jernih untuk menghadapi anggapan tidak tepat dari orang di luar muslim yang menuduh muslim seperti Fahri. Ujian Fahri lainnya adalah ujian ketika Fahri kehilangan orang yang disayanginya, yaitu Aisha. Fahri menghadapi ujian tersebut dengan berbagai usaha yang dilakukan sebagai ikhtiar dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Firman Allah QS Al-‘Ankabut 2-3,
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan, “kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (2). Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia Maha Mengetahui orang-orang yang dusta (3).
Begitu juga dengan firman Allah pada QS Al Baqarah ayat 155,
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Seperti Maryam binti ‘Imran, manusia pilihan Allah yang taat beribadah, menjaga kebersihan diri secara lahir batin dan suci dalam pikiran, hati dan perbuatan diuji oleh Allah dengan diberi bayi tanpa ada pria yang menyentuhnya. Seseorang akan diuji oleh Allah dengan karunia terkait hal yang paling dijunjung tinggi oleh jiwanya[2]. Orang yang beriman kepada Allah akan dibimbing dan diberi petunjuk oleh Allah untuk dapat menghadapi ujian dan atau musibah dari Allah karena segala yang menimpa manusia (khususnya musibah) terjadi atas izin Allah (QS At-Taghobun 11).
Akan tetapi, dibalik segala sifat dan sikap Fahri sebagai tokoh utama yang dideskripsikan baik secara tersirat maupun secara tersurat dalam novel tersebut, ada sedikit ganjalan yang dapat diamati dalam karakter tersebut. Fahri yang tanpa cela, hampir tidak pernah melakukan kesalahan. Padahal manusia adalah tempat lupa dan salah. Selain sifat dan sikap Fahri, cerita yang dibuat oleh Kang Abik juga kurang sesuai dengan cerita non fiksi atau cerita hidup yang sebenarnya pada umumnya manusia. Manusia akan selalu diberi ujian oleh Allah di sepanjang waktu hidupnya sampai nyawanya diambil kembali oleh Allah, dan ujian yang diberi Allah akan selalu berganti jika manusia telah melewati tahapan ujian tertentu. Hal ini dapat dimaklumi karena cerita yang dibuat oleh Kang Abik adalah cerita fiksi dan hanya merupakan bagian dari serangkaian cerita dari seorang dan beberapa orang manusia. Kehidupan Fahri digambarkan sebagai sosok manusia yang minim ujian dari Allah. Kisah seorang Fahri yang terlalu sempurna dalam menjalani hidup masih kurang “greget” dan kurang berwarna, serta cenderung datar dengan posisi dan jabatan tinggi yang sudah berhasil dicapainya. Padahal semakin tinggi pohon bertumbuh, maka akan semakin kencang angin yang menerpanya. Dan, jika mengingat dari jalan hidup yang dipilih oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat nabi setelah mendapatkan petunjuk dari Allah terkait kezuhudan, kesederhanaan dan cara hidup, maka cara tokoh Fahri dalam berperilaku sehari-hari dan menghadapi tantangan hidup kurang sesuai dengan pilihan yang diambil oleh Nabi dan sahabat Nabi. Dalam menjalankan aktivitas dan tantangan dakwah di negeri minoritas muslim, tokoh Fahri berusaha total dengan harta maupun pikiran, serta waktu, membantu sesama muslim maupun non muslim. Namun, hal tersebut tidak diimbangi dengan penampilan sehari-hari. Kehidupan dan keseharian Fahri menimbulkan kesan “agak mewah”. Gaya hidup Fahri sehari-hari sebenarnya masih bisa dikatakan sederhana jika dibandingkan dengan gaya hidup akademisi atau kolega Fahri di kampus maupun di sekitar tempat tinggalnya. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan gaya hidup Rasulullah SAW dan para sahabat nabi terdahulu setelah mengenal Islam, maka gaya hidup Fahri terbilang memiliki tingkatan kezuhudan yang berbeda dengan Rasulullah dan sahabat Nabi. Hal-hal tersebut dapat dimaklumi mengingat novel ini adalah novel fiktif yang karakter tokoh dan jalan ceritanya bisa dibuat sedemikian rupa oleh Kang Abik mengingat perbedaan kondisi geografis dan perkembangan zaman yang ada.
Terlepas dari bahasan tentang novel ini di atas, ada banyak pesan moral penting yang disampaikan Kang Abik. Banyak pesan moral yang disampaikan Kang Abik melalui pesan tersirat maupun tersirat, sehingga membuat novel ini sarat makna. Makna-makna yang disampaikan Kang Abik berupa pesan baik yang berhubungan dengan hubungan sesama manusia (dalam lingkup sesama muslim dan di luar muslim) maupun hubungan manusia dengan Tuhan. Pesan moral tersebut menyangkut bagaimana seharusnya manusia, khususnya seorang muslim menjaga hubungan vertikal dengan Allah, yang dapat berdampak terhadap hubungan horizontal dengan sesama manusia.
Kang Abik berpesan dalam konteks hubungan dengan sesama manusia, bahwa prasangka buruk atau su’udzon terhadap sesama muslim maupun terhadap orang di luar muslim tidak diperkenankan. Dalam bergaul dengan sesama manusia, tindakan yang diambil setiap muslim harus berdasar pada fakta-fakta riil, bukan emosi tanpa dalil dan gosip. Juga, perlakuan seseorang yang tidak sesuai dengan keinginan kita, tidak boleh dibalas dengan perlakuan yang menyakitkan. Sebagai muslim, perlakuan yang menyakitkan dari orang lain harus dibalas dengan kasih sayang seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika kepala beliau disiram tanah oleh seorang pandir Quraisy. Akhlak ini memberi pesan kepada kita semua bahwa kita harus menolak kejahatan dengan kebaikan. Bahkan kebaikan yang dilakukan oleh tokoh Fahri tidak diketahui oleh Keira dan Jason, kedua orang yang menghina dan mencaci maki Fahri, yang kemudian dibalas dengan dibantu oleh Fahri untuk menggapai cita-cita mereka berdua. Kemudian di sisi lain, dalam berbisnis, Fahri menerapkan konsep ekonomi Islam yang mengedepankan kehalalan materi yang digunakan dalam berbisnis dan segala metode yang mengutamakan pengamalan nilai-nilai Islam seperti kejujuran, kepercayaan, ketepatan bertindak, dan profesionalitas. Konsep berbisnis yang berorientasi akhir pada keselamatan dunia maupun di akhirat. Selain itu, dengan pegawai yang juga berasal dari kalangan di luar muslim, implementasi konsep rahmat bagi seluruh alam dalam Islam semakin jelas. Bahwa Islam juga tetap tidak memandang sebelah mata kalangan di luar muslim, sebagai wujud perlindungan hak-hak mereka sebagai sesama manusia. Selain itu, tokoh Fahri juga merupakan simbol pemimpin yang open-minded, yang mau menerima saran dan nasihat dari orang lain, meski berasal dari kalangan di luar muslim dalam kehidupan bisnisnya. Pada lingkaran di dalam rumah Fahri di Stoneyhill Grove, tokoh Fahri menyiratkan pesan moral bahwa seorang muslim harus bertingkah laku baik kepada sesama meskipun memiliki posisi yang secara status sosial lebih rendah. Seorang muslim harus memperlakukan sesama dengan tanpa membeda-bedakan status, apalagi status dunia. Hal ini dikarenakan status setiap muslim di hadapan Allah bergantung pada ketaqwaan makhluk tersebut, bukan berdasar pada status sosial di dunia. Selain hal tersebut, seorang muslim juga harus cerdas dan memiliki emosi yang matang, dan mau melihat suatu permasalahan dengan kajian dari berbagai aspek, dengan pedoman utama Al Qur’an dan Hadits. Juga, seorang muslim harus memiliki keshalihan secara sosial, yang tampak dalam kehidupan sehari-hari untuk berlaku adil, baik, dan bisa bermanfaat untuk lingkungan sekitar dengan segala apa yang diberikan dari Allah. Segala yang diberikan Allah menyangkut harta, kelonggaran waktu, dan kesediaan hati untuk selalu membantu sesama, mendengarkan meskipun berbeda agama dan ras. Karakter yang suka berderma (filantropis) sebagai perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT juga seharusnya dimiliki dalam jiwa setiap muslim demi keberlangsungan agama Islam dimanapun berada, yang dapat diberikan melalui bidang pendidikan maupun dalam hal yang berkaitan dengan aspek sosial lain.
Pesan moral tersebut, sebagian besar tersirat dalam karakter dan perilaku sehari-hari tokoh utama Fahri. Perilaku Fahri sehari-hari dimulai dari bangun tidur dan hingga akan tidur lagi yang digambarkan oleh Kang Abik merupakan perilaku ideal dan impian setiap muslim. Perilaku seorang muslim yang visioner, yang selalu berdasar pada pemahaman yang mendalam terhadap dua pedoman utama umat Islam, yaitu Qur’an dan Hadist. Contoh perilaku tersebut adalah selalu istiqomah mengingat Allah dalam segala situasi, memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien, tidak mudah menghakimi manusia lain, suka berderma kepada siapapun, lemah lembut, penyabar, dan penyayang. Sebagai seorang akademisi (filolog), Fahri dapat dikatakan sebagai seorang yang cerdas dalam mengupas suatu problematika umat kontemporer. Fahri berhasil menyajikan perilaku konkret dan analisis yang logis sebagai bantahan terhadap anggapan sepihak masyarakat di luar Islam terhadap Islam. Anggapan sepihak yang dimaksud adalah tentang Islam yang menyeramkan dan menakutkan karena deskripsi yang diberikan oleh media massa melalui berita yang masih perlu dikaji kebenarannya lagi. Cahaya Islam hanya sedang tertutupi oleh umat Islam.
Disamping itu, dalam tataran hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan, seorang muslim harus bisa mengingat Allah dalam keadaan apapun, baik ketika duduk, berdiri maupun berbaring. Pengingatan terhadap Allah dapat ditunjukkan dengan selalu berdzikir, memuji asma Allah dimanapun berada dan dalam kondisi apapun. Hal yang harus diyakini oleh seorang muslim adalah bahwa semua peristiwa yang menimpa manusia selalu terjadi atas izin Allah. Pesan lain yang tersirat dalam novel ini adalah ke”legawa”an atau keikhlasan hati menerima takdir yang harus dimiliki oleh muslim jika apa yang terjadi tidak sesuai harapan (karena merupakan takdir Allah). Seorang muslim juga harus produktif. Produktif dengan jalan harus bisa memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien sehingga menjadi cikal bakal peran muslim sebagai rahmatan lil ‘alamin di bumi. Waktu 24 jam sehari yang diberikan dari Allah harus bisa dibagi, antara beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan manusia. Karena keseimbangan dunia akhirat adalah target seorang muslim ketika hidup di dunia. Hidup di dunia harus dijadikan bekal untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan akhirat. Seorang muslim juga harus menyerahkan semua urusan kepada Yang Diatas jika semua yang terjadi dan diharapkan tidak sesuai keinginan. Penyerahan diri total kepada Allah agar semua keputusan dan jalan yang diambil selalu berada di dalam koridor-Nya dan diridhoi-Nya.
Seperti dikutip dalam komentar tentang novel ini dari Muhammad Elvandi (pakar kebijakan publik, alumnus Al Azhar University Mesir dan The University of Manchester Inggris) di bagian awal halaman Ayat-Ayat Cinta 2, benar bahwa novel ini ditulis oleh  novelis yang visioner. Novel bervisi besar dengan cita-cita yang berdasarkan pada dua pedoman utama umat Islam, yaitu Al Qur’an dan Hadits. Novel dengan identitas bahasa sastra yang mumpuni, mudah dipahami dan isi yang penuh visi misi besar, sehingga merupakan karya roman yang berbobot. Begitulah kekhasan Kang Abik dalam meramu cerita Ayat-Ayat Cinta 2 ini. Kang Abik berhasil menyajikan bidang ilmu yang beliau pahami dalam karya sastra fiktif yang santun dan enak dibaca. Bidang ilmu yang menghubungkan peristiwa di masa lalu untuk dipetik hikmah dan kebenarannya di masa kini. Apabila dibandingkan dengan novel-novel Kang Abik sebelumnya, tema cerita yang diangkat oleh Kang Abik kurang lebih sama. Ayat-Ayat Cinta 2 berbeda dalam hal setting tempat sehingga tantangan dakwah dan rentetan konflik yang dialami juga berbeda. Secara keseluruhan, penulis merekomendasikan novel ini untuk dibaca berbagai kalangan masyarakat karena figur yang ditampilkan tidak hanya mengandung cita-cita yang membumi, namun juga melangit.

Referensi
Abdullah, A. 1996. Studi Agama; Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta; PustakaPelajar
Fillah, S.A. 2014. Lapis-Lapis Keberkahan. Yogyakarta : Pro-U Media
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Filologi. Diakses tanggal 21 Februari 2016
Lubis, Nabilah. 2001. Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Yayasan Media Alo Indonesia.
zukrasmpu.blogspot.com/2013/02/filologi-dalam-kajian-islam.html. Diakses tanggal 21 Februari 2016




[1] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Filologi. Diakses tanggal 21 Februari 2016
[2] Dalam buku Lapis-Lapis Keberkahan karya Salim A. Fillah yang terbit tahun 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar