Nilai adalah roh atau nyawa bagi organisasi
dan individu didalamnya. Nilai-nilai yang dimiliki oleh sebuah organisasi dapat
membuat organisasi tumbuh secara sehat. Nilai atau value tersebut menjadi dasar bagaimana organisasi mampu berdiri
tegak dan kokoh (Sosrodihardjo, 2012). Nilai yang dianut individu atau
sekelompok individu menjadi dasar perbuatan yang dilakukan oleh manusia dan
sekelompok manusia. Penganutan terhadap suatu nilai dapat menghasilkan suatu
pemikiran yang hitam, putih dan bahkan abu-abu sebagai dasar individu untuk
bertindak dan bertingkah laku, serta pengaturan suatu kelompok individu.
Nilai-nilai yang mendasari pendirian dan
penyelenggaraan Universitas Gadjah Mada adalah nilai-nilai Pancasila dan
keilmuan. Nilai-nilai Pancasila secara utuh adalah nilai-nilai Pancasila itu
sendiri dan kebudayaan manusia Indonesia seutuhnya. Sedangkan nilai-nilai
keilmuan yang dimaksud adalah nilai keilmuan dan kenyataan. Keseluruhan nilai
yang dirumuskan oleh pendiri UGM ini merupakan dasar untuk membentuk manusia
susila yang mempunyai kesadaran bertanggung jawab atas kesejahteraan manusia
Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya, dalam arti berjiwa bangsa Indonesia
dan merupakan manusia budaya Indonesia yang mempunyai keinsafan hidup
berdasarkan Pancasila (Sutaryo, 2013).
Ilmu, manusia dan alam merupakan hal yang
penting dalam perwujudan nilai-nilai UGM. Ilmu dalam ruang lingkup budaya,
merupakan hasil cipta, rasa, karya dan karsa manusia yang akan terus
dikembangkan oleh manusia. Manusia adalah pengembang ilmu. Manusia adalah
sasaran sekaligus subyek pengembangan ilmu itu sendiri. Sedangkan alam adalah
obyek ilmu, yang dapat digunakan sebagai senjata untuk mewujudkan kesejahteraan
umat manusia. Alam adalah ciptaan Sang Pencipta yang sangat rinci dan menyimpan
berbagai macam tanda tanya. Sebagaimana yang tersurat dalam Qur’an Surat Yaasin
(33-36) :
“Dan suatu
tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami
hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka
makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan
padanya beberapa mata air. Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa
yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari
apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui.”
Alam merupakan alat yang bisa digunakan untuk mewujudkan
nilai yang ada dalam Pancasila, terutama nilai ketuhanan dan keadilan. Alam
merupakan harmonisasi hubungan antara makhluk yang menunjukkan ciri-ciri hidup
secara biologi dengan makhluk mati yang tidak menunjukkan ciri hidup. Alam
adalah obyek berbagai macam kajian ilmu pengetahuan sesuai dengan apa yang
terdapat di alam itu sendiri. Astronomi, geografi, fisika, matematika dan ilmu
lain seperti biologi merupakan contoh ilmu yang mendasarkan pada obyek alam
yang dapat diamati secara fisik oleh berbagai indera manusia, dan juga alat
pengolahan informasi hasil pengamatan lain seperti otak.
Salah satu bidang ilmu yang sedang berkembang saat ini
adalah bioteknologi. Bioteknologi merupakan suatu ilmu yang memanfaatkan
beragam makhluk hidup ciptaan Tuhan, ataupun produk yang dihasilkan oleh
makhluk hidup itu untuk mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Carstens et al. (2012) menuliskan bahwa
bioteknologi telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam beberapa tahun
terakhir. Kasiamdari (2013) juga menuliskan bahwa perkembangan teknik
bioteknologi dimulai dari metode fermentasi (bioteknologi konvensional) hingga
sekarang yang berkembang adalah penggunaan mesin-mesin canggih untuk mendeteksi
dan menganalisis seluruh materi genetik yang ada dalam organisme sebagai suatu
sistem hidup seperti teknik microarray
ataupun Next Generation Sequencing (NGS).
Teknik baru yang dikembangkan tersebut mendukung berbagai macam penelitian yang
diinginkan oleh manusia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kasiamdari (2013) selanjutnya menjelaskan bahwa terdapat
peningkatan efisiensi seiring dengan perkembangan ilmu bioteknologi yang telah
ada saat ini. Namun, efisiensi yang ada tersebut berbanding terbalik dengan
biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan ilmu bioteknologi dan menghasilkan
produk bioteknologi modern. Hal ini merupakan hal yang wajar mengingat
mesin-mesin dan bahan-bahan untuk realisasi produk bioteknologi dengan
produktivitas yang tinggi berharga mahal, sehingga pemrosesan dan produksi
berbagai macam produk bioteknologi modern membutuhkan modal yang besar pula.
Salah satu kajian dalam bioteknologi modern di bidang
pertanian adalah penggunaan organisme hasil rekayasa genetika (Genetically Modified Organism/GMO) (McBeath
& McBeath, 2010). Trisyono (2013) menuliskan bahwa untuk menghasilkan satu
biji yang memiliki sifat sesuai dengan yang diinginkan dan siap untuk
dilepaskan ke lingkungan, membutuhkan biaya sebesar US$136 juta, waktu 13
tahun, lebih dari 2000 lokasi pengujian lapangan, lebih dari pengujian 6200 gen
dalam tanaman tersebut dan lebih dari 4000 tenaga profesional. Selama beberapa
tahun terakhir, penanaman tanaman GMO atau yang biasa disebut sebagai tanaman
transgenik untuk peningkatan produktivitas tanaman telah mengalami peningkatan
di dunia (Carstens et al., 2012).
Trisyono (2013) menuliskan bahwa selama kurun waktu 2008 hingga 2012, total
wilayah penanaman tanaman transgenik mengalami peningkatan sebesar 36,24%. Data
tersebut adalah data yang ada baik di negara berkembang maupun negara maju.
Dhawan (2013) selanjutnya menuliskan bahwa peningkatan
produktivitas tanaman pertanian yang menghasilkan luaran produk yang tinggi dan
sesuai dengan yang diinginkan pasar menggunakan tanaman transgenik mengarahkan
terjadinya sistem pertanian monokultur. Sistem pertanian ini hanya mendasarkan
penanaman varietas tanaman tertentu sehingga berpotensi menyebabkan overexploitation penggunaan air dan
tanah, penggunaan pupuk dan penggunaan bahan kimia pestisida tertentu. Sistem
pertanian monokultur ini berpeluang menyebabkan hilangnya spesies tertentu
sehingga mengancam keanekaragaman hayati yang telah ada karena pemanfaatan
varietas organisme tertentu dimaksimalkan, namun mengesampingkan pemanfaatan
varietas organisme lain yang dianggap tidak menguntungkan. Popp et al. (2012) juga menuliskan bahwa
penggunaan berbagai macam bahan kimia sintesis baik berupa pestisida maupun
pupuk mineral berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga berdampak
pada kesehatan manusia jangka panjang. Messeguer (2003) juga menuliskan bahwa hal
lain yang dipertimbangkan dalam aplikasi tanaman transgenik adalah adanya
aliran gen yang terjadi ke organisme yang bukan target sehingga berpotensi
merusak keseimbangan dalam suatu sistem ekologi. Tan et al. (2013) menyebutkan bahwa resiko lain aplikasi GMO adalah
penanda atau marker yang digunakan
untuk mengkonstruksi tanaman transgenik. Marker
yang digunakan biasanya adalah marker
berupa antibiotik, yang jika diaplikasikan ke lapangan akan berpotensi membuat
organisme maupun mikroorganisme menjadi resisten. Resistensi mikroorganisme
tanah ataupun organisme lain disebabkan karena adanya adaptasi yang mengarahkan
adanya perubahan sifat biokimia dan fisiologis dalam organisme tersebut. Hal
ini dapat mangubah tatanan materi genetik pada organisme yang bukan target
sehingga akan dapat merusak tatanan materi genetik organisme tertentu yang
telah diciptakan oleh Yang Maha Memiliki Kesempurnaan, pencipta langit beserta
isinya, Allah SWT. Tatanan materi genetik yang berubah akan menyebabkan
perubahan sifat biokimia dan fisiologi dalam organisme sehingga berpotensi
menyebabkan hilangnya spesies asli, atau yang biasa disebut wild type.
Booming teknologi
tanaman transgenik tersebut berpotensi dapat menjauhkan sifat dasar manusia
dalam berketuhanan (Ngadiman, 2013). Hal tersebut menyangkut bagaimana moral
dan etika manusia dalam berketuhanan. Di sisi lain, sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila dan keilmuan yang dibawa oleh UGM, maka hal tersebut tentu juga
berpotensi menjauhkan masyarakat, terutama mahasiswa dari nilai-nilai
Pancasila. Pancasila ada dengan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan (Sutaryo, 2013). Nilai kebebasan akademik memang
merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam nilai keilmuan UGM. Teknologi
tanaman transgenik membuat semua hal yang diinginkan manusia menjadi suatu hal
yang mungkin dan bebas untuk dilakukan. Akan tetapi, kebebasan akademik tersebut
hendaknya digunakan untuk hal-hal yang mengarahkan kepada kemanfaatan dan
kebahagiaan dalam jangka panjang. Kecuali memang kita hanya hidup untuk diri
dan orang lain saat ini, bukan untuk diri kita dan orang lain di masa yang akan
datang.
Teknologi mahal ini hanya dapat diproses dan dihasilkan
oleh kalangan bermodal besar. Hal ini menimbulkan kecenderungan munculnya
monopoli pasar yang dipegang pemilik modal besar. Rakyat di negeri berkembang,
khususnya di Indonesia yang sebagian besar bukanlah pemilik modal besar akan
menerima dampak perkembangan ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Mereka akan tetap tertinggal di inti bumi terhadap perkembangan bioteknologi
yang sudah meroket jauh. Mereka hanya tetap akan berusaha semampu mereka untuk
bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari melalui penggunaan teknik-teknik yang
masih tradisional ataupun konvensional. Di samping itu menurut Wulandaru
(2011), kesulitan ekonomi yang dialami oleh para petani sangat kompleks meskipun
mereka menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan primer masyarakat.
Kesulitan-kesulitan itu semisal permainan harga beli yang dilakukan oleh para
tengkulak dan mahalnya biaya produksi yang harus digunakan oleh petani. Selain
itu, nilai kegotongroyongan para petani saat ini juga sudah mulai luntur.
Kegotongroyongan merupakan asas ekasila yang dimiliki oleh Pancasila. Asas
Pancasila tersebut sudah perlahan mulai ditinggalkan oleh petani saat ini. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya imbalan berupa uang untuk pihak yang telah
membantu pekerjaan petani di sawah.
Salah satu kajian yang terdapat dalam bioteknologi adalah
penggunaan mikroorganisme untuk meningkatkan produktivitas pertanian tanpa
mengubah susunan materi genetik yang dimiliki oleh organisme tertentu. Khusus
dalam bidang pertanian, hal tersebut sebenarnya merupakan ruang lingkup kajian
bioteknologi tradisional atau konvensional, yang salah satunya biasa disebut
sebagai pengomposan. Susanti & Panjaitan (2010) menjelaskan bahwa metode
ini dapat digunakan untuk pemupukan dengan memanfaatkan limbah hasil kegiatan
manusia seperti limbah pertanian, limbah industri, dan limbah rumah tangga,
termasuk sampah kota. Kompos adalah jenis pupuk yang terjadi karena proses
penghancuran alam, seperti air, angin dan udara atas bahan-bahan organik,
terutama sisa atau limbah pertanian seperti jerami, kacang-kacangan (Susanti
& Panjaitan, 2010), alang-alang, daun-daunan, rumput-rumputan, dedak padi,
batang jagung, sulur, serbuk gergaji dan kotoran hewan yang telah diurai oleh
mikroorganisme pengurai (Setyorini dkk.,
2003). Metode pengomposan
merupakan metode yang murah dan mudah dilakukan karena bahan-bahan yang
digunakan merupakan bahan-bahan organik alami dan merupakan limbah yang
merupakan hasil buangan kegiatan manusia yang tidak digunakan lagi. Pemanfaatan
limbah dalam pembuatan kompos juga aman karena menggunakan bahan-bahan organik
(penyusun ekosistem tanah alami) sehingga dapat membantu mengurangi pencemaran dan
polusi lingkungan. Metode ini
merupakan metode yang lebih aman digunakan dalam jangka panjang karena sehat
untuk tanaman dan lingkungan meskipun produktivitas yang dihasilkan tidak
sebesar tanaman transgenik.
Aplikasi bioteknologi tersebut bisa dikombinasikan dengan
penggunaan berbagai varietas atau spesies tanaman tertentu yang memiliki
potensi kandungan nutrien yang sama atau mirip dengan tanaman yang diusahakan.
Misalnya adalah penanaman tanaman padi, sekaligus tanaman ubi jalar atau ubi
kayu. Hal ini dapat meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang
dimiliki Indonesia, sehingga potensi kehilangan keanekaragaman hayati bisa
dikurangi. Indonesia sendiri, menurut Zuhud (1989) merupakan negara mega-biodiversity yang memiliki keanekaragaman
spesies tinggi di dunia, baik yang terdapat di laut maupun di darat. Suswono
(2009) menuliskan bahwa pemanfaatan keanekaragaman hayati ini dapat
mempertahankan keberadaan berbagai produk tanaman sehingga diharapkan dapat
mendukung ketahanan pangan, yang selanjutnya dapat mewujudkan kemandirian
pangan Indonesia. Berbagai jenis spesies telah berhasil diidentifikasi namun
manfaat yang telah diketahui masih sedikit. Sebagaimana yang tersurat dalam QS.
‘Ali Imran (190-191):
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka”.”
Metode lain yang bisa digunakan adalah menginduksi
produksi senyawa tertentu dalam tanaman dengan menggunakan cekaman baik berupa
cekaman patogen (biotik) maupun cekaman abiotik (lingkungan yang ekstrim untuk
tanaman), dan juga induksi oleh mikroorganisme tertentu yang menguntungkan
tanaman (Widada, 2013). Cekaman yang diberikan ke tanaman dapat menginduksi
pembentukan dan peningkatan kadar senyawa tertentu dalam tanaman karena cekaman
tersebut berperan sebagai sinyal dari lingkungan luar yang dapat mengaktifkan
faktor transkripsi sehingga mengatur ekspresi gen tertentu dan selanjutnya
menimbulkan pengaruh biokimia sebagai respon tanaman terhadap cekaman yang
diberikan (Zeier et al., 2004 ; Hȍglund et al., 2005 ; Bellés et al., 2006 ; Kotchoni & Gachomo,
2006 ; Chen et al., 2007). Respon yang diberikan tersebut
berhubungan dengan mekanisme ketahanan tanaman untuk dapat bertahan dalam
lingkungan yang ekstrim (Reid & Greene, 2012). Metode ini merupakan metode
yang memiliki resiko ekologi yang lebih rendah dibandingkan dengan metode tanaman
transgenik, murah serta mudah dilakukan (Barnawal et al., 2012). Penggunaan mikroorganisme untuk menyerang hama
pertanian juga dapat dilakukan untuk mendukung pertanian di Indonesia. Buonaurio et
al. (2009) menuliskan bahwa hama pertanian, khususnya mikroorganisme
patogen merupakan cekaman biotik yang dapat menyerang tanaman sehingga
menurunkan produktivitas pertanian. Metode penyerangan organisme dengan
organisme ini disebut dengan metode pengendalian hayati. Pengendalian hayati
ini aman di alam karena prinsip metode ini adalah meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap penyakit menggunakan agen yang tidak banyak menimbulkan residu
di alam.
Beberapa aplikasi bioteknologi tersebut diharapkan dapat
mendukung petani yang memiliki modal tidak besar dalam meningkatkan
produktivitas tanaman pertanian dan mewujudkan keseimbangan hubungan antara
petani sebagai manusia dengan alam. Keseimbangan hubungan antara petani dengan
alam tersebut sesuai dengan nilai-nilai keilmuan dan Pancasila yang dimiliki
UGM, khususnya tentang nilai ketuhanan, kerakyatan dan keadilan. Nilai
ketuhanan yang dimaksud adalah bahwa manusia dan alam sejatinya merupakan
ciptaan Tuhan, yang tidak satupun tidak memiliki peran di alam ini. Nilai
kerakyatan yang berusaha diwujudkan adalah bagaimana agar petani mengalami
peningkatan hasil pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
menggunakan teknik-teknik bioteknologi yang murah dan mudah dilakukan. Nilai
keadilan diharapkan terwujud ketika para petani juga mendapatkan hak yang adil
atas kesejahteraan melalui berbagai metode yang berusaha digunakan.
Kembali ke masa bioteknologi konvensional memang terlihat
kuno dan kuper dengan perkembangan
ilmu yang telah ada saat ini. Namun jika manfaat untuk kesejahteraan umat dalam
jangka panjang bisa diwujudkan mengapa tidak? Hal yang bisa dilakukan saat ini
oleh seorang individu yang sedang berperan sebagai mahasiswa bioteknologi UGM
adalah belajar tentang metode-metode yang dapat dikembangkan oleh rakyat kecil
untuk dapat meningkatkan hasil pertanian. Namun ternyata saat ini saya sedang
bermimpi indah membayangkan Indonesia dengan keindahan alamnya, dan masyarakat
Indonesia yang berinteraksi seimbang dengan alamnya.
Sejatinya, aplikasi-aplikasi bioteknologi di atas tidak
bisa langsung meningkatkan produktivitas pertanian karena petani hidup dalam
suatu sistem. Sistem yang dimaksud disini adalah sistem pemerintahan yang
diatur oleh golongan tertentu. Dan pada taraf itulah adalah level tempat
individu seperti saya belum bisa mengaturnya.
UGM didirikan untuk kesejahteraan umat manusia. UGM
didirikan bukan untuk kesejahteraan golongan tertentu saja. UGM untuk rakyat.
Bioteknologi, UGM, rakyat, dan alam adalah unsur-unsur dalam kesejahteraan
tersebut. Tuhan pencipta alam adalah sebaik-baiknya pengatur dan pencipta.
Mengapa harus mengubah alam? Bukankah semua yang diciptakan Tuhan juga belum
bisa kita ketahui, untuk selanjutnya kita manfaatkan semuanya? Bukankah negara
kita didirikan atas dasar ketuhanan yang termaktub dalam dasar negara
Pancasila? Bukankah kegotongroyongan adalah asas utama yang terdapat dalam
rumusan dasar pendirian negara Indonesia dalam Pancasila? Bukankah para
pengembang ilmu di UGM adalah rakyat juga? Kalau bukan untuk rakyat, untuk
siapa? Semoga keseimbangan itu menjadi milik kita.
Ilmu memang membuat kita tau
Ilmu membuat individu mampu
Sayang, kita bisa karam dengan ilmu
Tenggelam dalam air yang biru
Seharusnya, Pancasila itu syahdu
Seromantis alam, manusia dan ilmu
Dalam Gadjah Mada yang padu
Hening, tapi kaya jurus jitu
Untukmu, Indonesiaku
(Ilmuku Sayang)
Pustaka
Barnawal
D, Bharti N, Maji D, Chanotiya CS, Kalra A. 2012. 1-Aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) deaminase-containing Rhizobacteria
Protect Ocimum sanctum Plants During Waterlogging
Stress via Reduced Ethylene Generation. Plant
Physiology and Biochemistry 58: 227-235.
Bellés JM, Garro R, Pallás V, Fayos J, Rodrigo I, Conejero V. 2006.
Accumulation of Gentisic Acid as Associated with Systemic Infections but Not
with the Hypersensitive Response in Plant-Pathogen Interactions. Planta 223: 500-511.
Buonaurio R, Iriti M, Romanazzi G. 2009. Induced Resistance to Plant
Diseases Caused by Oomycetes and Fungi. Petria
19(3): 130-148.
Carstens K, Anderson J, Bachman P, De Schrijver A, Dively G, Federici B,
Hamer M, Gielkens M, Jensen P, Lamp W, Rauschen S, Ridley G, Romeis J, Waggoner
A. 2012. Genetically Modified Crops and Aquatic Ecosystems: Considerations for
Environmental Risk Assesment and Non-Target Organism Testing. Transgenic Res. 21: 813-842.
Chen J, Zhang W, Song F, Zheng Z. 2007. Phospholipase C/Diacylglycerol
Kinase-Mediated Signalling is Required for Benzothiadiazole-Induced Oxidative
Burst and Hypersensitive Cell Death in Rice Suspension-Cultured Cells. Protoplasma 230:13-21.
Dhawan V. 2013. Chapter 13:
Sustainable Agriculture Practices for Food and Nutritional Security. In Plant
Acclimation to Environmental Stress edited by Tuteja N and Gill SS.
Springer Science+Business Media B.V: New York.
Hȍglund S, Larsson S, Wingsie G. 2005. Both Hypersensitive and
Non-Hypersensitive Responses are Associated with Resistance in Salix viminalis Against the Gall Midge Dasineura marginemtorquens. Journal of Experimental Botany 56 (422):
3215-3222.
Kasiamdari R. 2013. Komersialisasi
Keanekaragaman Hayati. Materi Kuliah Keanekaragaman dan Keamanan Hayati Program
Studi Bioteknologi UGM. Disampaikan pada tanggal 5 Oktober 2013.
Kotchoni SO, Gachomo EW. 2006. The Reactive Oxygen Species Network
Pathways : an Essential Prerequisite for Perception of Pathogen Attack and the
Acquired Disease Resistance in Plants. J.
Biosci 31 : 389-404.
McBeath JH, McBeath J. 2010.
Environental Change and Food Security in China, Advances in Global Change
Research 35, DOI 10.1007/978-1-4020-9180-3_7. Springer Science+Business
Media B.V: New York.
Messeguer J. 2003. Gene Flow Assesment in Transgenic Plants. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 73:
201-212.
Ngadiman, 2013. Bioetika dan Bioteknologi. Materi Kuliah Keamanan dan Keanekaragaman
Hayati Program Studi Bioteknologi UGM. Disampaikan pada tanggal 29 November
2013.
Popp J, Peto K, Nagy J. 2012. Pesticide Productivity and Food Security :
A Review. Agron. Sustain. Dev. 33 :
243-255.
Qur’an Surat ‘Ali Imran ayat 190 dan 191. Al-Jumanatul ‘Ali : Al-Qur’an dan Terjemahnya. Terbitan tahun 2007.
Departemen Agama Republik Indonesia.
Qur’an Surat Yaasin ayat 33 sampai 36. Al-Jumanatul ‘Ali : Al-Qur’an dan Terjemahnya. Terbitan tahun 2007.
Departemen Agama Republik Indonesia.
Reid A, Greene SE. 2012. How
Microbes Can Help Feed the World : a Report from the American Academy of
Microbiology Colloquium. American Society for Microbiology : DC Washington.
Setyorini D, Saraswati R, Anwar EK. 2003. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati :2.Kompos.http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/pupuk/pupuk2.pdf. Diakses tanggal 4 Februari 2011.
Sosrodihardjo S. 2012. Semua Civitas Akademika Perlu Paham Nilai ke-UGM-an. www.ugm.ac.id.
Diakses tanggal 6 Januari 2014.
Susanti PD, Panjaitan S. 2010. Manfaat Zeolit dan Rock Phosphat dalam
Pengomposan Limbah Pasar. Prosiding
PPI Standardisasi 2010. Banjarmasin.
Suswono. 2009. Rancangan Rencana
Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014. Kementerian Pertanian : Jakarta.
Sutaryo. 2013. Nilai-Nilai
ke-UGM-an. Materi Kuliah Perdana Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta.
Disampaikan pada tanggal 10 September 2013.
Tan X, Liang F, Cai K, Lu X. 2013. Application of the FLP/FRT
Recombination System in Cyanobacteria for Construction of Markerless Mutants. Appl. Microbiol Biotechnol. 97:
6373-6382.
Trisyono YA. 2013. Pengembangan
Tanaman Transgenik. Materi Kuliah Keamanan dan Keanekaragaman Hayati Program
Studi Bioteknologi UGM. Disampaikan pada tanggal 4 Desember 2013.
Widada J. 2013. PAMPs
(Pathogen–Associated Molecular Patterns) and Immunity System in Plants. Materi
Kuliah Bioteknologi Tanah dan Pupuk Hayati Program Studi Bioteknologi UGM.
Disampaikan pada tanggal 17 Desember 2013.
Wulandaru MP. 2011. Bertani Memelihara Keindonesiaan Kami. www.kem.ami.or.id.
Diakses tanggal 5 Oktober 2011.
Zeier J, Pink B, Mueller MJ, Berger S. 2004. Light Condition Influence Spesific
Defence Responses in Incompatible Plant-Pathogen Interactions: Uncoupling
Systemic Resistance from Salicylic Acid and PR-1 Accumulation. Planta 219: 673-683.
Zuhud
EAM. 1989. Strategi Pelestarian dan Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan
Obat Indonesia. Media Konservasi 2(4)
: 1-7.
Semoga bermanfaat kakakkk. Terima kasih sudah berkunjung.. hehehe
BalasHapusSalam kenal.. semoga sukses target 100 proposal PKM-nya untuk ITTelkom Sby.. (y)
BalasHapus