Senin, 22 Februari 2016

Universitas Gadjah Mada, Aku, Kita dan Alam



Nilai adalah roh atau nyawa bagi organisasi dan individu didalamnya. Nilai-nilai yang dimiliki oleh sebuah organisasi dapat membuat organisasi tumbuh secara sehat. Nilai atau value tersebut menjadi dasar bagaimana organisasi mampu berdiri tegak dan kokoh (Sosrodihardjo, 2012). Nilai yang dianut individu atau sekelompok individu menjadi dasar perbuatan yang dilakukan oleh manusia dan sekelompok manusia. Penganutan terhadap suatu nilai dapat menghasilkan suatu pemikiran yang hitam, putih dan bahkan abu-abu sebagai dasar individu untuk bertindak dan bertingkah laku, serta pengaturan suatu kelompok individu.
Nilai-nilai yang mendasari pendirian dan penyelenggaraan Universitas Gadjah Mada adalah nilai-nilai Pancasila dan keilmuan. Nilai-nilai Pancasila secara utuh adalah nilai-nilai Pancasila itu sendiri dan kebudayaan manusia Indonesia seutuhnya. Sedangkan nilai-nilai keilmuan yang dimaksud adalah nilai keilmuan dan kenyataan. Keseluruhan nilai yang dirumuskan oleh pendiri UGM ini merupakan dasar untuk membentuk manusia susila yang mempunyai kesadaran bertanggung jawab atas kesejahteraan manusia Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya, dalam arti berjiwa bangsa Indonesia dan merupakan manusia budaya Indonesia yang mempunyai keinsafan hidup berdasarkan Pancasila (Sutaryo, 2013).
Ilmu, manusia dan alam merupakan hal yang penting dalam perwujudan nilai-nilai UGM. Ilmu dalam ruang lingkup budaya, merupakan hasil cipta, rasa, karya dan karsa manusia yang akan terus dikembangkan oleh manusia. Manusia adalah pengembang ilmu. Manusia adalah sasaran sekaligus subyek pengembangan ilmu itu sendiri. Sedangkan alam adalah obyek ilmu, yang dapat digunakan sebagai senjata untuk mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Alam adalah ciptaan Sang Pencipta yang sangat rinci dan menyimpan berbagai macam tanda tanya. Sebagaimana yang tersurat dalam Qur’an Surat Yaasin (33-36) :
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air. Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”



Alam merupakan alat yang bisa digunakan untuk mewujudkan nilai yang ada dalam Pancasila, terutama nilai ketuhanan dan keadilan. Alam merupakan harmonisasi hubungan antara makhluk yang menunjukkan ciri-ciri hidup secara biologi dengan makhluk mati yang tidak menunjukkan ciri hidup. Alam adalah obyek berbagai macam kajian ilmu pengetahuan sesuai dengan apa yang terdapat di alam itu sendiri. Astronomi, geografi, fisika, matematika dan ilmu lain seperti biologi merupakan contoh ilmu yang mendasarkan pada obyek alam yang dapat diamati secara fisik oleh berbagai indera manusia, dan juga alat pengolahan informasi hasil pengamatan lain seperti otak.
Salah satu bidang ilmu yang sedang berkembang saat ini adalah bioteknologi. Bioteknologi merupakan suatu ilmu yang memanfaatkan beragam makhluk hidup ciptaan Tuhan, ataupun produk yang dihasilkan oleh makhluk hidup itu untuk mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Carstens et al. (2012) menuliskan bahwa bioteknologi telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Kasiamdari (2013) juga menuliskan bahwa perkembangan teknik bioteknologi dimulai dari metode fermentasi (bioteknologi konvensional) hingga sekarang yang berkembang adalah penggunaan mesin-mesin canggih untuk mendeteksi dan menganalisis seluruh materi genetik yang ada dalam organisme sebagai suatu sistem hidup seperti teknik microarray ataupun Next Generation Sequencing (NGS). Teknik baru yang dikembangkan tersebut mendukung berbagai macam penelitian yang diinginkan oleh manusia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kasiamdari (2013) selanjutnya menjelaskan bahwa terdapat peningkatan efisiensi seiring dengan perkembangan ilmu bioteknologi yang telah ada saat ini. Namun, efisiensi yang ada tersebut berbanding terbalik dengan biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan ilmu bioteknologi dan menghasilkan produk bioteknologi modern. Hal ini merupakan hal yang wajar mengingat mesin-mesin dan bahan-bahan untuk realisasi produk bioteknologi dengan produktivitas yang tinggi berharga mahal, sehingga pemrosesan dan produksi berbagai macam produk bioteknologi modern membutuhkan modal yang besar pula.
Salah satu kajian dalam bioteknologi modern di bidang pertanian adalah penggunaan organisme hasil rekayasa genetika (Genetically Modified Organism/GMO) (McBeath & McBeath, 2010). Trisyono (2013) menuliskan bahwa untuk menghasilkan satu biji yang memiliki sifat sesuai dengan yang diinginkan dan siap untuk dilepaskan ke lingkungan, membutuhkan biaya sebesar US$136 juta, waktu 13 tahun, lebih dari 2000 lokasi pengujian lapangan, lebih dari pengujian 6200 gen dalam tanaman tersebut dan lebih dari 4000 tenaga profesional. Selama beberapa tahun terakhir, penanaman tanaman GMO atau yang biasa disebut sebagai tanaman transgenik untuk peningkatan produktivitas tanaman telah mengalami peningkatan di dunia (Carstens et al., 2012). Trisyono (2013) menuliskan bahwa selama kurun waktu 2008 hingga 2012, total wilayah penanaman tanaman transgenik mengalami peningkatan sebesar 36,24%. Data tersebut adalah data yang ada baik di negara berkembang maupun negara maju.
Dhawan (2013) selanjutnya menuliskan bahwa peningkatan produktivitas tanaman pertanian yang menghasilkan luaran produk yang tinggi dan sesuai dengan yang diinginkan pasar menggunakan tanaman transgenik mengarahkan terjadinya sistem pertanian monokultur. Sistem pertanian ini hanya mendasarkan penanaman varietas tanaman tertentu sehingga berpotensi menyebabkan overexploitation penggunaan air dan tanah, penggunaan pupuk dan penggunaan bahan kimia pestisida tertentu. Sistem pertanian monokultur ini berpeluang menyebabkan hilangnya spesies tertentu sehingga mengancam keanekaragaman hayati yang telah ada karena pemanfaatan varietas organisme tertentu dimaksimalkan, namun mengesampingkan pemanfaatan varietas organisme lain yang dianggap tidak menguntungkan. Popp et al. (2012) juga menuliskan bahwa penggunaan berbagai macam bahan kimia sintesis baik berupa pestisida maupun pupuk mineral berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga berdampak pada kesehatan manusia jangka panjang. Messeguer (2003) juga menuliskan bahwa hal lain yang dipertimbangkan dalam aplikasi tanaman transgenik adalah adanya aliran gen yang terjadi ke organisme yang bukan target sehingga berpotensi merusak keseimbangan dalam suatu sistem ekologi. Tan et al. (2013) menyebutkan bahwa resiko lain aplikasi GMO adalah penanda atau marker yang digunakan untuk mengkonstruksi tanaman transgenik. Marker yang digunakan biasanya adalah marker berupa antibiotik, yang jika diaplikasikan ke lapangan akan berpotensi membuat organisme maupun mikroorganisme menjadi resisten. Resistensi mikroorganisme tanah ataupun organisme lain disebabkan karena adanya adaptasi yang mengarahkan adanya perubahan sifat biokimia dan fisiologis dalam organisme tersebut. Hal ini dapat mangubah tatanan materi genetik pada organisme yang bukan target sehingga akan dapat merusak tatanan materi genetik organisme tertentu yang telah diciptakan oleh Yang Maha Memiliki Kesempurnaan, pencipta langit beserta isinya, Allah SWT. Tatanan materi genetik yang berubah akan menyebabkan perubahan sifat biokimia dan fisiologi dalam organisme sehingga berpotensi menyebabkan hilangnya spesies asli, atau yang biasa disebut wild type.
Booming teknologi tanaman transgenik tersebut berpotensi dapat menjauhkan sifat dasar manusia dalam berketuhanan (Ngadiman, 2013). Hal tersebut menyangkut bagaimana moral dan etika manusia dalam berketuhanan. Di sisi lain, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan keilmuan yang dibawa oleh UGM, maka hal tersebut tentu juga berpotensi menjauhkan masyarakat, terutama mahasiswa dari nilai-nilai Pancasila. Pancasila ada dengan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan (Sutaryo, 2013). Nilai kebebasan akademik memang merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam nilai keilmuan UGM. Teknologi tanaman transgenik membuat semua hal yang diinginkan manusia menjadi suatu hal yang mungkin dan bebas untuk dilakukan. Akan tetapi, kebebasan akademik tersebut hendaknya digunakan untuk hal-hal yang mengarahkan kepada kemanfaatan dan kebahagiaan dalam jangka panjang. Kecuali memang kita hanya hidup untuk diri dan orang lain saat ini, bukan untuk diri kita dan orang lain di masa yang akan datang.
Teknologi mahal ini hanya dapat diproses dan dihasilkan oleh kalangan bermodal besar. Hal ini menimbulkan kecenderungan munculnya monopoli pasar yang dipegang pemilik modal besar. Rakyat di negeri berkembang, khususnya di Indonesia yang sebagian besar bukanlah pemilik modal besar akan menerima dampak perkembangan ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka akan tetap tertinggal di inti bumi terhadap perkembangan bioteknologi yang sudah meroket jauh. Mereka hanya tetap akan berusaha semampu mereka untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari melalui penggunaan teknik-teknik yang masih tradisional ataupun konvensional. Di samping itu menurut Wulandaru (2011), kesulitan ekonomi yang dialami oleh para petani sangat kompleks meskipun mereka menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan primer masyarakat. Kesulitan-kesulitan itu semisal permainan harga beli yang dilakukan oleh para tengkulak dan mahalnya biaya produksi yang harus digunakan oleh petani. Selain itu, nilai kegotongroyongan para petani saat ini juga sudah mulai luntur. Kegotongroyongan merupakan asas ekasila yang dimiliki oleh Pancasila. Asas Pancasila tersebut sudah perlahan mulai ditinggalkan oleh petani saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan adanya imbalan berupa uang untuk pihak yang telah membantu pekerjaan petani di sawah.
Salah satu kajian yang terdapat dalam bioteknologi adalah penggunaan mikroorganisme untuk meningkatkan produktivitas pertanian tanpa mengubah susunan materi genetik yang dimiliki oleh organisme tertentu. Khusus dalam bidang pertanian, hal tersebut sebenarnya merupakan ruang lingkup kajian bioteknologi tradisional atau konvensional, yang salah satunya biasa disebut sebagai pengomposan. Susanti & Panjaitan (2010) menjelaskan bahwa metode ini dapat digunakan untuk pemupukan dengan memanfaatkan limbah hasil kegiatan manusia seperti limbah pertanian, limbah industri, dan limbah rumah tangga, termasuk sampah kota. Kompos adalah jenis pupuk yang terjadi karena proses penghancuran alam, seperti air, angin dan udara atas bahan-bahan organik, terutama sisa atau limbah pertanian seperti jerami, kacang-kacangan (Susanti & Panjaitan, 2010), alang-alang, daun-daunan, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, serbuk gergaji dan kotoran hewan yang telah diurai oleh mikroorganisme pengurai (Setyorini dkk., 2003). Metode pengomposan merupakan metode yang murah dan mudah dilakukan karena bahan-bahan yang digunakan merupakan bahan-bahan organik alami dan merupakan limbah yang merupakan hasil buangan kegiatan manusia yang tidak digunakan lagi. Pemanfaatan limbah dalam pembuatan kompos juga aman karena menggunakan bahan-bahan organik (penyusun ekosistem tanah alami) sehingga dapat membantu mengurangi pencemaran dan polusi lingkungan. Metode ini merupakan metode yang lebih aman digunakan dalam jangka panjang karena sehat untuk tanaman dan lingkungan meskipun produktivitas yang dihasilkan tidak sebesar tanaman transgenik.
Aplikasi bioteknologi tersebut bisa dikombinasikan dengan penggunaan berbagai varietas atau spesies tanaman tertentu yang memiliki potensi kandungan nutrien yang sama atau mirip dengan tanaman yang diusahakan. Misalnya adalah penanaman tanaman padi, sekaligus tanaman ubi jalar atau ubi kayu. Hal ini dapat meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia, sehingga potensi kehilangan keanekaragaman hayati bisa dikurangi. Indonesia sendiri, menurut Zuhud (1989) merupakan negara mega-biodiversity yang memiliki keanekaragaman spesies tinggi di dunia, baik yang terdapat di laut maupun di darat. Suswono (2009) menuliskan bahwa pemanfaatan keanekaragaman hayati ini dapat mempertahankan keberadaan berbagai produk tanaman sehingga diharapkan dapat mendukung ketahanan pangan, yang selanjutnya dapat mewujudkan kemandirian pangan Indonesia. Berbagai jenis spesies telah berhasil diidentifikasi namun manfaat yang telah diketahui masih sedikit. Sebagaimana yang tersurat dalam QS. ‘Ali Imran (190-191):
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.”

Metode lain yang bisa digunakan adalah menginduksi produksi senyawa tertentu dalam tanaman dengan menggunakan cekaman baik berupa cekaman patogen (biotik) maupun cekaman abiotik (lingkungan yang ekstrim untuk tanaman), dan juga induksi oleh mikroorganisme tertentu yang menguntungkan tanaman (Widada, 2013). Cekaman yang diberikan ke tanaman dapat menginduksi pembentukan dan peningkatan kadar senyawa tertentu dalam tanaman karena cekaman tersebut berperan sebagai sinyal dari lingkungan luar yang dapat mengaktifkan faktor transkripsi sehingga mengatur ekspresi gen tertentu dan selanjutnya menimbulkan pengaruh biokimia sebagai respon tanaman terhadap cekaman yang diberikan (Zeier et al., 2004 ; Hȍglund et al., 2005 ; Bellés et al., 2006 ; Kotchoni & Gachomo, 2006 ; Chen et al., 2007). Respon yang diberikan tersebut berhubungan dengan mekanisme ketahanan tanaman untuk dapat bertahan dalam lingkungan yang ekstrim (Reid & Greene, 2012). Metode ini merupakan metode yang memiliki resiko ekologi yang lebih rendah dibandingkan dengan metode tanaman transgenik, murah serta mudah dilakukan (Barnawal et al., 2012). Penggunaan mikroorganisme untuk menyerang hama pertanian juga dapat dilakukan untuk mendukung pertanian di Indonesia. Buonaurio et al. (2009) menuliskan bahwa hama pertanian, khususnya mikroorganisme patogen merupakan cekaman biotik yang dapat menyerang tanaman sehingga menurunkan produktivitas pertanian. Metode penyerangan organisme dengan organisme ini disebut dengan metode pengendalian hayati. Pengendalian hayati ini aman di alam karena prinsip metode ini adalah meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit menggunakan agen yang tidak banyak menimbulkan residu di alam.
Beberapa aplikasi bioteknologi tersebut diharapkan dapat mendukung petani yang memiliki modal tidak besar dalam meningkatkan produktivitas tanaman pertanian dan mewujudkan keseimbangan hubungan antara petani sebagai manusia dengan alam. Keseimbangan hubungan antara petani dengan alam tersebut sesuai dengan nilai-nilai keilmuan dan Pancasila yang dimiliki UGM, khususnya tentang nilai ketuhanan, kerakyatan dan keadilan. Nilai ketuhanan yang dimaksud adalah bahwa manusia dan alam sejatinya merupakan ciptaan Tuhan, yang tidak satupun tidak memiliki peran di alam ini. Nilai kerakyatan yang berusaha diwujudkan adalah bagaimana agar petani mengalami peningkatan hasil pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan menggunakan teknik-teknik bioteknologi yang murah dan mudah dilakukan. Nilai keadilan diharapkan terwujud ketika para petani juga mendapatkan hak yang adil atas kesejahteraan melalui berbagai metode yang berusaha digunakan.  
Kembali ke masa bioteknologi konvensional memang terlihat kuno dan kuper dengan perkembangan ilmu yang telah ada saat ini. Namun jika manfaat untuk kesejahteraan umat dalam jangka panjang bisa diwujudkan mengapa tidak? Hal yang bisa dilakukan saat ini oleh seorang individu yang sedang berperan sebagai mahasiswa bioteknologi UGM adalah belajar tentang metode-metode yang dapat dikembangkan oleh rakyat kecil untuk dapat meningkatkan hasil pertanian. Namun ternyata saat ini saya sedang bermimpi indah membayangkan Indonesia dengan keindahan alamnya, dan masyarakat Indonesia yang berinteraksi seimbang dengan alamnya.  
Sejatinya, aplikasi-aplikasi bioteknologi di atas tidak bisa langsung meningkatkan produktivitas pertanian karena petani hidup dalam suatu sistem. Sistem yang dimaksud disini adalah sistem pemerintahan yang diatur oleh golongan tertentu. Dan pada taraf itulah adalah level tempat individu seperti saya belum bisa mengaturnya.
UGM didirikan untuk kesejahteraan umat manusia. UGM didirikan bukan untuk kesejahteraan golongan tertentu saja. UGM untuk rakyat. Bioteknologi, UGM, rakyat, dan alam adalah unsur-unsur dalam kesejahteraan tersebut. Tuhan pencipta alam adalah sebaik-baiknya pengatur dan pencipta. Mengapa harus mengubah alam? Bukankah semua yang diciptakan Tuhan juga belum bisa kita ketahui, untuk selanjutnya kita manfaatkan semuanya? Bukankah negara kita didirikan atas dasar ketuhanan yang termaktub dalam dasar negara Pancasila? Bukankah kegotongroyongan adalah asas utama yang terdapat dalam rumusan dasar pendirian negara Indonesia dalam Pancasila? Bukankah para pengembang ilmu di UGM adalah rakyat juga? Kalau bukan untuk rakyat, untuk siapa? Semoga keseimbangan itu menjadi milik kita.
Ilmu memang membuat kita tau
Ilmu membuat individu mampu
Sayang, kita bisa karam dengan ilmu
Tenggelam dalam air yang biru
Seharusnya, Pancasila itu syahdu
Seromantis alam, manusia dan ilmu
Dalam Gadjah Mada yang padu
Hening, tapi kaya jurus jitu
Untukmu, Indonesiaku
(Ilmuku Sayang)

Pustaka
Barnawal D, Bharti N, Maji D, Chanotiya CS, Kalra A. 2012. 1-Aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) deaminase-containing Rhizobacteria Protect Ocimum sanctum Plants During Waterlogging Stress via Reduced Ethylene Generation. Plant Physiology and Biochemistry 58: 227-235.
Bellés JM, Garro R, Pallás V, Fayos J, Rodrigo I, Conejero V. 2006. Accumulation of Gentisic Acid as Associated with Systemic Infections but Not with the Hypersensitive Response in Plant-Pathogen Interactions. Planta 223: 500-511.
Buonaurio R, Iriti M, Romanazzi G. 2009. Induced Resistance to Plant Diseases Caused by Oomycetes and Fungi. Petria 19(3): 130-148.
Carstens K, Anderson J, Bachman P, De Schrijver A, Dively G, Federici B, Hamer M, Gielkens M, Jensen P, Lamp W, Rauschen S, Ridley G, Romeis J, Waggoner A. 2012. Genetically Modified Crops and Aquatic Ecosystems: Considerations for Environmental Risk Assesment and Non-Target Organism Testing. Transgenic Res. 21: 813-842.
Chen J, Zhang W, Song F, Zheng Z. 2007. Phospholipase C/Diacylglycerol Kinase-Mediated Signalling is Required for Benzothiadiazole-Induced Oxidative Burst and Hypersensitive Cell Death in Rice Suspension-Cultured Cells. Protoplasma 230:13-21.
Dhawan V. 2013. Chapter 13: Sustainable Agriculture Practices for Food and Nutritional Security. In Plant Acclimation to Environmental Stress edited by Tuteja N and Gill SS. Springer Science+Business Media B.V: New York.
Hȍglund S, Larsson S, Wingsie G. 2005. Both Hypersensitive and Non-Hypersensitive Responses are Associated with Resistance in Salix viminalis Against the Gall Midge Dasineura marginemtorquens. Journal of Experimental Botany 56 (422): 3215-3222.
Kasiamdari R. 2013. Komersialisasi Keanekaragaman Hayati. Materi Kuliah Keanekaragaman dan Keamanan Hayati Program Studi Bioteknologi UGM. Disampaikan pada tanggal 5 Oktober 2013.
Kotchoni SO, Gachomo EW. 2006. The Reactive Oxygen Species Network Pathways : an Essential Prerequisite for Perception of Pathogen Attack and the Acquired Disease Resistance in Plants. J. Biosci 31 : 389-404.
McBeath JH, McBeath J. 2010. Environental Change and Food Security in China, Advances in Global Change Research 35, DOI 10.1007/978-1-4020-9180-3_7. Springer Science+Business Media B.V: New York.
Messeguer J. 2003. Gene Flow Assesment in Transgenic Plants. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 73: 201-212.
Ngadiman, 2013. Bioetika dan Bioteknologi. Materi Kuliah Keamanan dan Keanekaragaman Hayati Program Studi Bioteknologi UGM. Disampaikan pada tanggal 29 November 2013.
Popp J, Peto K, Nagy J. 2012. Pesticide Productivity and Food Security : A Review. Agron. Sustain. Dev. 33 : 243-255.
Qur’an Surat ‘Ali Imran ayat 190 dan 191. Al-Jumanatul ‘Ali : Al-Qur’an dan Terjemahnya. Terbitan tahun 2007. Departemen Agama Republik Indonesia.
Qur’an Surat Yaasin ayat 33 sampai 36. Al-Jumanatul ‘Ali : Al-Qur’an dan Terjemahnya. Terbitan tahun 2007. Departemen Agama Republik Indonesia.
Reid A, Greene SE. 2012. How Microbes Can Help Feed the World : a Report from the American Academy of Microbiology Colloquium. American Society for Microbiology : DC Washington.
Setyorini D, Saraswati R, Anwar EK. 2003. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati :2.Kompos.http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/pupuk/pupuk2.pdf. Diakses tanggal 4 Februari 2011.
Sosrodihardjo S. 2012. Semua Civitas Akademika Perlu Paham Nilai ke-UGM-an. www.ugm.ac.id. Diakses tanggal 6 Januari 2014.
Susanti PD, Panjaitan S. 2010. Manfaat Zeolit dan Rock Phosphat dalam Pengomposan Limbah Pasar. Prosiding PPI Standardisasi 2010. Banjarmasin.
Suswono. 2009. Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014. Kementerian Pertanian : Jakarta.
Sutaryo. 2013. Nilai-Nilai ke-UGM-an. Materi Kuliah Perdana Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta. Disampaikan pada tanggal 10 September 2013.
Tan X, Liang F, Cai K, Lu X. 2013. Application of the FLP/FRT Recombination System in Cyanobacteria for Construction of Markerless Mutants. Appl. Microbiol Biotechnol. 97: 6373-6382.
Trisyono YA. 2013. Pengembangan Tanaman Transgenik. Materi Kuliah Keamanan dan Keanekaragaman Hayati Program Studi Bioteknologi UGM. Disampaikan pada tanggal 4 Desember 2013.
Widada J. 2013. PAMPs (Pathogen–Associated Molecular Patterns) and Immunity System in Plants. Materi Kuliah Bioteknologi Tanah dan Pupuk Hayati Program Studi Bioteknologi UGM. Disampaikan pada tanggal 17 Desember 2013.
Wulandaru MP. 2011. Bertani Memelihara Keindonesiaan Kami. www.kem.ami.or.id. Diakses tanggal 5 Oktober 2011.
Zeier J, Pink B, Mueller MJ, Berger S. 2004. Light Condition Influence Spesific Defence Responses in Incompatible Plant-Pathogen Interactions: Uncoupling Systemic Resistance from Salicylic Acid and PR-1 Accumulation. Planta 219: 673-683.
Zuhud EAM. 1989. Strategi Pelestarian dan Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Obat Indonesia. Media Konservasi 2(4) : 1-7.

2 komentar:

  1. Semoga bermanfaat kakakkk. Terima kasih sudah berkunjung.. hehehe

    BalasHapus
  2. Salam kenal.. semoga sukses target 100 proposal PKM-nya untuk ITTelkom Sby.. (y)

    BalasHapus