Manusia merupakan salah satu komponen
ekosistem di bumi yang menjadi penentu arah kehidupan bumi ini. Setiap manusia
merupakan pemimpin atau khalifah bagi dirinya dan bagi alam semesta. Begitu
kalimat yang tersurat dalam Kalam Allah Al-Qur’an yang sudah sangat sering kita
dengar. Di sisi lain, manusia merupakan hamba Yang Maha Pencipta sehingga
memiliki kewajiban untuk tunduk di hadapan Yang Maha Menciptakan. Manusia,
dengan segala kelebihan yang dimilikinya dibandingkan makhluk lain memegang
peranan penting di bumi. Kedua peran manusia ini membuat manusia memiliki
batasan dan aturan yang terikat di bumi dan di langit. Peran sebagai pemimpin
di bumi menjadikan manusia penentu nasib bumi ini. Sedangkan peran manusia di
langit menentukan posisi manusia di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain kedua peran di atas, sebagai bagian dari ekosistem, manusia
tak luput dari peran sebagai konsumen tingkat tinggi dalam rantai makanan di
alam. Sebagai konsumen tingkat tinggi, manusia memiliki kewenangan untuk
memilih dan menentukan jenis makanan apa yang akan dia makan sebagai sumber
aliram energi. Peran ini memungkinkan manusia dapat menjadi omnivor karena
berpotensi mampu dan adaptif terhadap berbagai jenis makanan, dari jenis
tumbuh-tumbuhan maupun jenis hewan (hewan tingkat rendah hingga tingkat
tinggi).
Beberapa peran
manusia di bumi tersebut menuntut manusia mengambil pilihan atas tindakan yang
diambilnya sebagai makhluk Tuhan dan hamba Tuhan di bumi, serta sebagai bagian
dari alam itu sendiri. Pilihan tindakan yang diambil oleh manusia seharusnya
mampu menjembatani ketiga peran yang dimiliki di atas. Hal ini dimaksudkan agar
tercapai keseimbangan interaksi antara manusia, alam ciptaan Tuhan dan Tuhan
Yang Maha Menciptakan manusia dan alam. Pencapaian keseimbangan interaksi ini
dapat mendukung harmonisasi hubungan manusia, alam ciptaan Tuhan dan Tuhan Yang
Maha Menciptakan.
Adalah seorang
gadis kecil berumur 14 tahun. Ketika lahir, kedua orang tuanya sepakat
memberikan nama panggilan kepada bayi mungil tersebut dengan nama Wina. Wina,
menjadi panggilan akrab yang digunakan oleh teman-teman, saudaranya dan
tetangganya ketika ingin berinteraksi dengan gadis kecil ini. Wina adalah nama
panggilan sekaligus nama lengkap gadis ini. Saat ini, dia masih berstatus
sebagai murid kelas 6 di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Tlawong, Kecamatan
Sawit, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Wina merupakan putri kedua
dari pasangan suami istri Wardiman dan Samiyem. Keluarga Wina merupakan
tetangga terdekat dengan penulis sehingga memudahkan penggalian informasi
terkait sosok inspiratif yang satu ini. Sesederhana namanya, sesederhana cara
hidupnya, sesederhana cara berfikirnya, dan sesederhana perilakunya. Begitulah
penulis memandang Wina.
Wina bukanlah
gadis yang seberuntung gadis seusianya di lingkungan Rukun Tetangga (RT) tempat
penulis tinggal. Di saat gadis lain seumurnya sedang asyik-asyiknya bermain dan
bersekolah, Wina kecil tidak hanya bermain dan bersekolah, namun juga dituntut
untuk mau membantu orang tuanya menggembalakan kambing-kambingnya ke sawah.
Kadang-kadang, jika kambing-kambingnya tidak dibawa ke sawah, maka Wina dan
kakak perempuannya yang mencarikan dan mengumpulkan rumput untuk
kambing-kambingnya agar tidak merasakan kelaparan. Keseharian Wina dapat
dikatakan lebih sibuk dibandingkan dengan anak seusianya, dengan tambahan
aktivitas memelihara kambing-kambingnya yang harus ia jamin kekenyangan perut
kambing-kambingnya.
Kebiasaan
memelihara hewan di rumah Wina berlanjut tidak hanya sampai pada hewan herbivor
bernama kambing. Kelinci-kelinci, ayam-ayam, dan kucing-kucingnya menjadi saksi
kasih sayang Wina kepada hewan-hewan yang dipeliharanya tersebut. Saking
sayangnya dengan kelinci-kelinci lucunya, Wina dibuatkan kandang khusus kelinci
oleh ayahnya. Begitu pula dengan ayam dan kambing-kambingnya. Hewan
kesayangannya yang berupa hewan karnivor yaitu kucing, menjadi ujian tersendiri
bagi Wina untuk membuktikan kasih sayangnya. Akhir-akhir ini, setiap cicak yang
ada di dinding, termasuk dinding rumah penulis menjadi buruan Wina untuk
dipersembahkan kepada kucing kesayangannya..
Diantara
kambing-kambing yang dipeliharanya, Wina paling menyayangi salah satu
kambingnya, yang kemudian dia beri nama Chika. Dalam hal ini, penulis melihat
pemberian identitas ini sebagai bentuk memanusiakan hewan. Selain itu,
pemberian nama juga diberikan kepada kucing kesayangannya, Chelsea. Chelsea
merupakan identitas kucing kelabu yang diangkat oleh Wina dari teman bermainnya
di dekat rumahnya.
Kedekatan Wina
dengan Chika (kambing kesayangannya) dan Chelsea (kucing kelabu kesayangannya)
bukan tanpa menuai protes dari orang-orang sekitarnya. Kadang, orang-orang di
sekitarnya merasa terganggu dengan tingkah laku kedekatan Wina dengan Chika
maupun dengan Chelsea. Tingkat ketergangguan tetangga sekitar dikarenakan tidak
semua orang di lingkungan rumah Wina suka dengan kucing maupun kambing. Dengan
adanya keluhan tersebut, Wina tetap menghormati keluhan tetangga sekitar dengan
menghindarkan mereka dari hewan kesayangannya.
Wina, hanyalah
satu potret manusia kecil di bumi. Dia adalah bagian dari ekosistem bumi yang sedang
berada dalam proses menyeimbangkan diri dengan alam. Apa yang dilakukan Wina
adalah cerminan bagaimana seorang manusia ingin menjadi bagian dari ekosistem
alam tanpa berusaha menimbulkan kerusakan. Wina adalah seorang manusia,
konsumen tertinggi dalam rantai makanan. Akan tetapi, posisi tertinggi dalam
rantai makanan yang dimiliki Wina tidak digunakan secara sewenang-wenang. Wina
menggunakan posisi tertinggi dalam rantai makanan dengan penuh kasih sayang.
Cerminan implementasi konsep rahmat bagi seluruh alam.
Dalam bahasa
biologi, Wina telah melakukan konservasi secara ex situ dengan pemanfaatan makhluk hidup lain tanpa merusak
keberlanjutan hidup hewan tersebut. Konservasi, khususnya konservasi sumber
daya alam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pengelolaan sumber
daya alam hayati dengan pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin
kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas dan
keragamannya[1].
Wina memanfaatkan hewan yang dia pelihara untuk kebutuhan sehari-hari, namun
juga memastikan agar eksistensi hewan kesayangan yang dia miliki tetap terjaga.
Dalam lingkup
wilayah negara sebagai bagian kecil dari ekosistem di bumi, Indonesia merupakan
negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati (biodiversitas) yang tinggi
di dunia. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia ikut andil dalam kepemilikan
biodiversitas yang tinggi tersebut. Hutan hujan tropis yang dimiliki Indonesia merupakan
rumah bagi keanekaragaman hayati tingkat tinggi yang ada di dunia. Banyak
sumber tertulis yang menobatkan Indonesia sebagai negara yang kaya akan spesies
hewan di bumi. Indonesia memiliki area hutan hujan tropis terbesar ketiga di
dunia, yang tersebar di kurang lebih 18.000 pulau, setelah Amazon dan Lembah
Sungai Kongo Afrika. Dengan hanya area 1% dari area daratan bumi, hutan hujan
tropis Indonesia memiliki 10% spesies tanaman yang terkenal di dunia, 12%
spesies mamalia (termasuk di dalamnya spesies orang utan, harimau Sumatra,
badak Jawa, dan gajah Sumatra yang terancam punah), dan 17% dari semua spesies
burung yang terkenal di dunia. Disebutkan dalam ran.org, industri pulp dan kertas ikut menjadi bagian dalam
punahnya harimau Sumatra yang ada di Indonesia. Industri yang mengandalkan budidaya
monokultur, yang dapat mengusir hewan-hewan di dalamnya padahal mereka
merupakan penghuni hutan hujan tropis yang menyumbang kekayaan keanekaragaman
hayati di Indonesia dan menempati peran sebagai penyeimbang ekosistem di tempat
tersebut.
Apa yang
dilakukan oleh Wina merupakan contoh dari bagaimana manusia seharusnya
menempatkan diri di lingkungan. Memang, dia hanya memelihara beberapa hewan
kesayangan di rumahnya. Namun, penulis merasa malu sebagai sesama manusia
karena ketulusan dan kasih sayang yang diberikan kepada sesama makhluk ciptaan
Tuhan yang tidak bisa dilakukan oleh diri pribadi penulis sendiri.
Berlatar
belakang ilmu biologi, penulis merasa masih belum bisa melakukan seperti apa
yang sudah dilakukan oleh Wina. Selama belajar, penulis merasa hanya memasukkan
berbagai teori dari perkuliahan ke dalam otak saja. Teori berbagai cabang ilmu
biologi yang digunakan untuk memenuhi target nilai. Salah satunya adalah mata
kuliah ekologi yang didalamnya memuat teori tentang konservasi dan kekayaan
keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia. Sekali lagi, penulis baru bisa
berteori dan mendapatkan bahan yang cukup untuk memenuhi nilai dalam transkrip
akademik. Penulis merasa masih belum mampu mengimplementasikan teori yang
diperoleh di meja kuliah. Dan juga, merasa hampa dengan nilai di atas transkrip
akademik sekaligus merasa belum lulus mata kuliah tersebut.
Penulis merasa
tertohok melihat bagaimana Wina memperlakukan hewan kesayangannya. Selama ini,
dari ilmu yang penulis dapatkan selama kuliah, penulis belum merasa sudah
memanfaatkan apa yang sudah diperoleh. Idealisme yang mungkin rentan untuk
tergadai demi sesuap nasi. Terkadang, ilmu-ilmu berbentuk teori dan praktek
yang didapat selama kuliah, ingin tetap dipertahankan karena kita tau apa yang
harus kita lakukan dengan melihat realita dan kondisi ideal yang diharapkan.
Namun, ketika sesuap nasi sulit untuk didapatkan ketika lulus dari pendidikan
sarjana, di zaman yang serba gila ini, maka disitulah ujian idealisme itu
muncul. Maka kita harus memilih, jalan hidup mana yang harus diambil. Apakah
tetap mempertahankan idealisme dengan konsekuensi sesuap nasi yang sulit untuk
didapatkan, atau merelakan idealisme namun mengorbankan makhluk lain di bumi
karena turut andil dalam perkembangan industri yang menganiaya dan mengusir
hewan sebagai makhluk lain ciptaan Tuhan. Sebagai makhluk yang berbudaya dan
beradab, seyogyanya mari kita memilih
jalan yang menimimalkan kerusakan dan memaksimalkan perbaikan dan kebaikan.
Sebuah dilema di negeri khatulistiwa yang gemah ripah loh jinawi, antara
idealisme dan materialisme hidup.
Maka Wina,
penulis ingin menyebutnya sebagai gadis kecil yang harmonis dengan alam. Keharmonisan
yang akan selalu menebarkan cinta kasih untuk makhluk lain di bumi. Harmonisasi
yang dapat memimpin dirinya sendiri sebagai pengayom makhluk lain. Keselarasan
hubungan yang dapat mendekatkan diri dengan Yang Maha Menciptakan karena
manusia, dan juga hewan merupakan dua dari berbagai makhluk ciptaan Tuhan.
Wina, juga adalah penyumbang keselarasan dan keseimbangan interaksi antara
makhluk hidup dalam ekosistem di bumi tempat para manusia harus membuktikan
perannya sebagai khalifah. Wina adalah jawaban realistis atas pertentangan
antara idealisme bersikap di alam dan kenyataan yang berkaitan dengan
materialistis hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar